Bahayanya Konseling Pernikahan Tanpa Ilmu Konseling Pernikahan yang Memadai (Psikolog & Psikiater tidak terkecuali)

couple counseling

Tidak jarang saya mendengarkan klien saya mengeluhkan perlakuan para helper: konselor, psikolog maupun psikiater kepada mereka saat mereka datang konsultasi karena masalah di pernikahan mereka:

“Ini sih bapaknya harus berubah…”

“Cerai aja… Udah pasti nggak bisa…”

“Ya salah ibu suka marah-marah di rumah…”

Itulah kata-kata para helper itu kepada mereka. Dan mereka berhenti berkonsultasi karenanya. Mereka merasa dihakimi, sebagian merasa tidak diberi pengharapan, sebagian lagi merasa tidak didengarkan. Memang sangat berbahaya konseling pernikahan kepada helper yang sebenarnya minim skill dan ilmu mengenai konseling pernikahan. Bukannya ditolong, malah kondisi mereka semakin memburuk dan pernikahan bisa malah menjadi buyar.

Baca juga: 6 Ciri Komunikasi Rumah Tangga yang Sehat Menurut Riset

Self Diagnose Melalui Sosmed

Sebagian orang berpikir bahwa cukup dengan belajar sendiri, mendengarkan Youtube, googling di internet, maka masalah di rumah tangganya dapat diatasi. Masalahnya informasi di sosial media dan internet itu tidak semuanya valid dan berdasarkan ilmu pengetahuan yang proven. Selain itu kalaupun ilmunya sudah benar, tetapi menangani masalah relasi tidak sama dengan mengatasi handphone yang berperilaku aneh atau sekedar ingin mengubah settingan camera HP yang memang dengan mudah bisa di-googling.

Konteks dan histori individu sangat menentukan apakah akar masalah yang sebenarnya dialami pasangan tersebut. Inilah sebabnya mencoba self-diagnose masalah pernikahan atau mengharapkan pasangan berubah dengan mengirimkan link-link youtube/Instagram justru bisa memperburuk keadaan.

Pertolongan Helper yang Keliru

Sayangnya walau sudah datang ke profesional helper, tak jarang kondisinya tidak tambah membaik. Masalahnya helper yang didatangi tidak benar-benar menguasai masalah-masalah pernikahan, tidak pernah mendapatkan pelatihan couple counseling. Sebagian helper ternyata hanya berbekal pengalaman hidup, atau ilmu agama, atau ilmu medis psikiatri maupun ilmu psikologi klinis. Tanpa bermaksud merendahkan, kita semua setuju bahwa semua ilmu itu sangat berguna pada tempatnya dan porsinya masing-masing. Akan tetapi mereka bukanlah ilmu yang diperuntukkan untuk menjawab masalah-masalah pernikahan secara khusus. Ini seperti berupaya menyembuhkan sakit paru-paru ke dokter kulit dan kelamin.

Yang masyarakat awam kurang memahami adalah bahwa sebenarnya dalam profesi helper pun punya banyak spesialisasinya. Psikolog dan psikiater memang membantu masalah-masalah psikologis khususnya yang berupa gangguan klinis. Namun tidak semua psikolog punya keahlian konseling pasangan. Terlebih lagi psikiater yang keahlian utamanya membantu pasien dengan terapi medis (obat), bukan konseling. Walau tidak resmi ditulis jelas seperti dalam profesi dokter, tapi setiap helper punya spesialisasi (yang artinya punya keterbatasannya). Helper yang bijaksana menyadari keterbatasan-keterbatasan dirinya sehingga saat menghadapi masalah klien yang berbeda dengan keahliannya ia dapat merujuknya ke helper yang lebih kompeten untuk kasus tersebut.

Spesialisasi Konselor Pernikahan

Tanpa pelatihan khusus konseling pernikahan, helper akan kesulitan menangani hal-hal yang terjadi dalam konseling pasangan. Misalnya:

  • Jika mereka berkonflik di depan konselor, apa yang harusnya dilakukan? Kapan mereka harus dilarang, dipisahkan ataukah diijinkan?
  • Kalau menghadapi kasus perselingkuhan, bagaimana caranya untuk menolong korban tanpa membahayakan pernikahan? Kurangnya keahlian dalam hal ini dapat berujung pada statement seakan-akan jalan keluarnya hanyalah berpisah atau menerima dan memaafkan.

 

Banyak helper yang kurang menguasai dan akhirnya membiarkan kedua individu pasutri ini dikonseling personal secara terpisah sepenuhnya, yang mana justru bisa membawa pasangan ini kepada perceraian (Artikel ini dapat membantu memberikan gambaran: Beware: Individual Therapy Can Harm Your Marriage).

Khusus dalam bidang konseling pernikahan, helper yang berkompeten setidaknya harus melalui training khusus konseling pasangan misalnya The Gottman Method, Emotional Focused Therapy, atau pendekatan family system. Karena tanpa skill yang memadai inilah, yang berujung pada helper mencoba menghakimi, menasehati atau bahkan memutuskan untuk klien.

Konseling profesional tidaklah murah, apalagi konseling pernikahan. Namun berobat ke tempat yang salah hanya akan menghabiskan uang sia-sia. Maka carilah tempat yang tepat untuk masalah pernikahan Anda. Untuk spesialisasi kami di Pembelajar Hidup, dapat bapak/ibu lihat di sini: Marriage Coaching & Counseling.

Bagaimana pendapat Anda?