7 Lesson Learned dari Pernikahan-Pernikahan yang Gagal

anak dari orang tua yang bercerai

Cukup dibutuhkan satu kesalahan untuk menghancurkan pernikahan, namun dibutuhkan 1001 hal yang berjalan dengan benar agar pernikahan kita survive. Inilah 7 hal yang dapat dipelajari dari pernikahan-pernikahan yang tidak berhasil survive. Anda harus menyadari dan melakukan bukan lima bukan enam, tetapi ketujuh-tujuhnya agar pernikahan Anda dapat bertahan.

Baca juga: Apa kesalahan fatal yang biasanya dilakukan seseorang saat memilih pasangan?

1. Saya seharusnya mengenal pasangan saya dengan baik sebelum menikah

Seorang ibu datang kepada saya dan meminta saran akan suaminya yang jarang pulang ke rumah. Dari penuturan sang istri saya menduga sang suami adalah seorang impostor, penipu ulung yang UUD, ujung-ujungnya duid. Dari konsultasi, sang istri menyadari betapa banyak perkataan-perkataan sang suami yang tidak konsisten dan perlu dicurigai. Ibu ini mengatakan bahwa ia menikahi pria ini karena pria ini baik dan soleh, walaupun ia baru mengenalnya 2-3 bulan saja.

Akhirnya semuanya menjadi jelas sejernih kristal, ketika sang istri menemukan bahwa sang suami bukanlah seorang pengacara seperti yang diakuinya, melainkan seorang “pengangguran banyak acara” yang sudah berupaya menjerat wanita-wanita dengan karismanya dan kesolehannya yang sebenarnya hanyalah topeng untuk menjerat wanita-wanita lemah yang sedang membutuhkan perhatian dan setuju untuk bertaaruf.

Kejadian seperti ini sudah berulang-kali saya temukan, walaupun dengan berbagai metode. Intinya sang pria terlihat seperti ksatria yang bermoral tinggi dan sangat menyanjung tinggi wanita yang dikasihinya, namun itu semua hanyalah bualan, omong-kosong dan strategi untuk mendapatkan wanita yang menjadi Target Operasinya. Dan yang mengagetkan, ada kalanya perbuatan busuk ini bahkan didukung oleh keluarga si penipu ini.

Itulah sebabnya berulang kali saya katakan bahwa pacaran itu penting! Mengenal pasangan itu tidak bisa dilakukan hanya dengan beberapa kali bertemu, dibutuhkan setidaknya 200 jam untuk dua orang menjadi sahabat. Dan itu penting untuk bisa mengenal secara baik pasangan kita. Selain itu penting juga untuk mengenal keluarganya, dan hadir dalam beberapa acara keluarga untuk melihat dari dekat keluarga besarnya.

 

2. Saya seharusnya tidak berpikir bahwa pasangan akan berubah setelah menikah.

Ini adalah kesalahan yang sangat sering terjadi. Saat pacaran sebenarnya sudah merasakan adanya kejanggalan-kejanggalan atau hal-hal yang mengganggu. Pacar tukang bohong, pemberang, atau suka menghilang. Kalau ditanya jawabannya “kan kita belum ada komitmen, kalau sudah menikah ya pasti beda, saya pasti pulang, tidak akan pergi ke mana-mana”

Kenyataannya adalah WYSIWYG – What You See Is What You Get, Anda tidak bisa mengharapkan lebih. Jika sebelum menikah Anda menemukan pasangan Anda suka main perempuan, jangan berharap ia akan setia saat Anda sudah mengikatnya dalam pernikahan, bahkan ia bisa melakukan lebih daripada itu dan semakin ahli dalam membohongi Anda. Saat Anda menyadarinya, menyesal sudah terlambat.

Kenali baik-baik calon pasangan hidup Anda, dan jangan ragu untuk memutuskannya sebelum janur kuning dinaikkan. Jangan karena pacaran sudah lama, atau sudah kepala 3 lantas Anda menutup mata akan berbagai masalah yang sudah tercium.

 

3. Pendidikan pernikahan yang memadai itu SUPER penting!

Seorang kawan yang telah bercerai sangat mendukung usaha kami untuk menyediakan pendidikan pernikahan yang memadai bagi masyarakat. Ia sering mengatakan kepada kami bahwa ia tidak ingin pasangan-pasangan lain mengalami kejadian yang sama seperti dia karena dulu ia belum mengerti tentang pernikahan.

Saya tidak bisa tidak lebih setuju dengan kawan saya ini. Pernikahan adalah keputusan kedua terpenting dalam hidup kita setelah memilih iman. Karir adalah keputusan penting ketiga. Bahkan untuk karir pun, kita harus mendapatkan pendidikan yang memadai untuk dapat melakukannya dengan baik, namun banyak orang tidak menganggap pendidikan pernikahan adalah sesuatu yang sama pentingnya. Walaupun kita akan menghadapi pernikahan seumur hidup kita, tidak jarang orang menganggapnya sebagai sesuatu yang bisa langsung dipelajari sambil jalan.

Kalau waktu jaman orang tua kita dulu mungkin benar demikian, karena jaman belum sekompleks sekarang, dan pilihan juga tidak banyak, komitmen lebih mudah untuk diputuskan dan dipertahankan. Namun dengan kondisi modern sekarang, Kita tidak bisa tidak mempelajari hal-hal yang dibutuhkan untuk bisa mempertahankan pernikahan kita. Kita yang tidak mahir melakukan skill pernikahan, relatif lebih mudah diputuskan dan digantikan dengan orang lain daripada sebelumnya. Tuntutan keahlian dalam berelasi lebih tinggi, tuntutan kenyamanan juga tinggi, tapi alternatif pilihan banyak.

Relasi intim yang nyaman dalam jangka panjang itu membutuhkan skill khusus, lebih daripada skill sales atau marketing Anda, dan lebih daripada kemampuan manajerial Anda, atau skill negosiasi, komunikasi dan leadership. Pernikahan adalah semua skill itu dan lebih daripada itu.

 

4. Mulutmu Harimaumu

Hati-hati dengan mulut kita dan selalu perlakukan pasangan kita dengan respek, sama seperti kita ingin dihargai dan dihormati. Ini artinya perkataan kasar dan hinaan yang menyakitkan tidak boleh eksis dalam pernikahan kita, dalam bentuk apa pun.

Bagi banyak orang kata-kata kasar itu biasa, tidak ada yang istimewa dengan hal itu, maksudnya ya hal itu tidak terlalu buruk. Namun apakah pasangan Anda orang yang juga menganggap hal seperti itu hal yang lumrah? Seorang istri yang seumur hidup tidak pernah mendapatkan kata-kata kasar dari orang tua dan kakak-kakaknya, apakah mampu menerima ucapan kebon binatang dari suaminya? Terkadang satu kata “anjing” dapat berbuntut perceraian, bukan karena lebai tetapi karena hal itu melebihi batas yang dapat ditolerirnya. Dan setiap orang punya batasan-batasannya sendiri yang seringkali tidak terucapkan.

5. Seharusnya saya tidak taken for granted apa yang dilakukan pasangan saya

Taken for granted: kurang menghargai seseorang/sesuatu karena kita menganggapnya itu adalah hal yang sewajarnya atau sudah sepatutnya demikian.

Kita menikah dengan perasaan cinta. Kita saling melayani pasangan kita tanpa pamrih karena memang demikian tugas dan tanggung jawab kita. Kita mampu melakukannya dengan cinta. Tapi lambat laun segala sesuatunya menjadi rutin adanya. Suami yang bekerja membanting tulang, istri yang sangat kelelahan melayani anak dan suaminya, memastikan semua kebutuhan mereka terpenuhi. Tidak ada lagi ucapan terima kasih karena itu adalah hal yang sewajarnya.

Semua orang tahu bahwa menikah itu artinya banyak pengorbanan bagi pasangan kita, tapi hanya sedikit yang menyadarinya, dan lebih sedikit lagi yang mengucapkan terima kasih karena hal itu. Hal-hal sederhana seperti memasak, mengantarkan ke tempat kerja atau ke dokter, menjaga rumah tetap bersih, menjaga dapur tetap ngepul, liburan weekend ke puncak atau ke luar kota tidak dianggap berharga. Lama-kelamaan kelelahan itu terasa tidak terbayarkan, kita merasa sendirian.

Saat itulah masalah demi masalah rumah tangga bermunculan. Konflik-konflik kecil yang tidak terpecahkan, hubungan intim yang dingin dan mulailah lirikan kepada istri/suami orang. Dan kita bingung kenapa pernikahan kita menjadi berantakan. Tahu bahwa kita salah dengan menjalin hubungan dengan orang lain, tapi kesepian dan kemarahan itu tidak terbendung, dan kita mulai saling menyalahkan akan penyebab hadirnya orang ketiga.

Saat terjadi banjir di Jakarta, rumah teman kami mengalami pemadaman arus listrik. Ia pun memasang lilin di atas kulkas yang berada dekat dengan lemari dapurnya. Ia sudah menaruh lilin di atas sebuah mangkuk. Seharusnya tidak mungkin lilin itu membakar lemari dapur karena masih punya jarak yang cukup jauh. Ia pun tertidur karena lelah setelah masak untuk keluarganya yang sedang berada di luar rumah.

Namun asap membangunkan dia beberapa lama kemudian. Ia bangun dalam keadaan sebagian rumahnya sudah terbakar habis. Si Meong menjatuhkan lilin dan menyambar lemari kayunya. Pertama-tama kecil, tapi begitu api sudah mulai membakar sekitarnya, api dengan cepat membesar, menyambar banyak perabotannya, meja dapur, dan tentu saja lemari pendinginnya. Semua berasal dari api lilin yang sangat kecil dan terkendali.

Demikian juga pernikahan, dibutuhkan 1001 hal yang berjalan dengan baik untuk memiliki the great marriage, namun cukup 1 kesalahan dapat meluluh-latakan pernikahan Anda.

Ucapkanlah terima kasih, maaf dan I Love You kepada pasangan Anda. Ucapkanlah sekarang, jangan tunggu semuanya sudah terlambat.

6. Takdir itu mengikuti keinginan Anda

Anda bertengkar hebat dengan pasangan Anda. Anda mulai menyesal kenapa menikahi pasangan Anda. Anda berdoa kepada Tuhan apakah harus melanjutkan pernikahan ini ataukah menyudahinya. Masalahnya adalah seringkali tanda yang kita lihat, yang kita anggap berasal dari Tuhan sebenarnya hanyalah penguatan dari apa yang sebenarnya kita inginkan. Kalau kita inginkan lanjut, maka kita cenderung hanya melihat hal-hal positif yang terjadi, tetapi kalau kita ingin putus, kita hanya melihat hal-hal negatif yang terjadi. Itulah distorsi dalam pikiran kita (selengkapnya mengenai 10 distorsi pikiran dapat dibaca di artikel ini: 8 Langkah untuk Mengatasi Pikiran Negatif Tentang Diri Sendiri).

Pertimbangkan matang-matang dan putuskanlah dengan bijaksana. Bukan berarti saya tidak percaya pada Tuhan, tetapi Tuhan selalu menjawab kita dengan karunia hikmat dan pengetahuan, kecuali jika Anda seorang nabi.

 

7. Mengampuni pasangan adalah hal yang tersulit di dunia

Lebih mudah mengampuni perampok yang menyatroni rumah kita daripada mengampuni pasangan kita. Luka yang ditimbulkan akibat perilaku pasangan yang sangat menyakiti kita itu langsung melukai jantung kita, tanpa melalui perisai, atau baju armor pelindung apa pun. Itulah sebabnya lukanya begitu dalam dan sulit disembuhkan.

Tidak jarang setelah melukai pasangan kita sedemikian rupa, barulah kita menyadari betapa besar luka yang telah kita torehkan di jantung hati pasangan kita. Kita akhirnya memohon-mohon pengampunan yang tidak kunjung dapat diberikan oleh pasangan kita tapi semuanya telah terlambat.

Hati pasangan kita sudah sedemikian terluka, sehingga ia tidak mau lagi sekalipun mengalami horor itu kembali. Ia kehilangan harapan akan memiliki suatu pernikahan yang sehat dan hebat itu. Namun justru itulah pentingnya orang-orang yang sudah terluka ini memperoleh keajaiban dari pengampunan.

Mengampuni adalah: dengan sengaja mengabaikan kemarahan dan respon lain (yang merupakan hak kita), dan terus-menerus berusaha keras untuk meresponi orang yang berbuat kesalahan dengan murah hati, dan cinta kasih sehingga tidak ada hukuman apapun lagi yang perlu dilakukan olehnya untuk membayar kesalahannya.

Pengampunan tidak sama dengan menerima perlakuan buruk yang dialami, apalagi melupakan. Mengampuni adalah suatu keputusan, dan akibatnya bukan hanya Anda punya kesempatan untuk mengalami pernikahan versi 2.0 dengan orang yang sama yang jauh lebih baik dari sebelumnya, tetapi juga Anda dapat menikmati kedamaian dan melepaskan diri Anda dari beban kepahitan yang akan sangat menekan hidup Anda. Pengampunan adalah hal yang paling penting untuk dilakukan untuk bisa mempertahankan suatu pernikahan.

Jika Anda membutuhkan penjelasan lebih lanjut tentang mengampuni pasangan, dapat dibaca di artikel ini: Bagaimana Caranya Untuk Bisa Mengampuni Suami (atau Istri)?

Bagaimana pendapat Anda?