Apa kesalahan fatal yang biasanya dilakukan seseorang saat memilih pasangan?

kesalahan dalam memilih pasangan

Dari pengalaman saya bertemu dengan banyak sekali orang dan anak muda yang berpacaran, saya menemukan ada 7 hal ini yang menjadi kesalahan dalam memilih pasangan:

Baca juga:Marriage Insight #6: Sekolah Pernikahan, untuk apa?

1. Terlalu cepat memutuskan menikah

Pernah saya ditelepon seseorang yang ingin menjadi klien saya untuk layanan pre-marital coaching. Waktu kami bercakap-cakap, ketahuanlah bahwa ia akan menikah bulan Maret (sebut saja tahun 2019), dan baru pacaran sejak Oktober 2018, dan baru kenalan 1 bulan sebelumnya.

Saya menyarankan mereka untuk meluangkan waktu berpacaran yang cukup terlebih dahulu. Mereka belum cukup saling mengenal. Dan pernikahan yang dilakukan tanpa kecukupan pengenalan satu dengan lainnya dapat membuat pernikahan Anda seperti roller coaster akibat salah paham, asumsi-asumsi, dan rahasia-rahasia yang dimiliki masing-masing pihak.

Riset menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu 200 jam bersama-sama untuk mencapai tingkat hubungan persahabatan. Dan tingkat hubungan persahabatan itu sangat diperlukan untuk membangun salah satu unsur cinta yaitu keintiman. Unsur cinta ini tidak dapat dihasilkan secara instant, tetapi membutuhkan waktu.

Jadi sabar dulu, ambil cukup waktu untuk saling mengenal sebelum benar-benar memilihnya sebagai pendamping hidupmu.

2. “Ikuti kata hatimu”

Follow your heart.” Kata-kata ini sangat familiar di telinga kita, sepertinya sudah menjadi kebenaran yang diterima secara umum dan dipromosikan oleh film-film populer yang beredar di dunia.

Padahal coba kita pikirkan secara logis, apakah hati kita selalu benar? apakah perasaan kita tidak pernah salah?

The truth is, hati kita cenderung memilih hal yang paling menyenangkan bagi kita, yang paling aman, atau yang paling menarik bagi kita. Dan hal-hal itu tidak selalu benar. Moralitas dan kebenaran tidak muncul dari hati, tapi dari kesadaran dan pemikiran kita.

Bukan berarti kita memilih jodoh tanpa menggunakan perasaan ya, tentu saja kita boleh memilih karena pasangan kita ganteng, seksi, atau kaya, atau membuat kita nyaman dan aman. Hanya saja tidak cukup sampai di sana.

Kita tetap harus memikirkan dampak-dampak logis dari tindakan kita. Misalnya jika kita memilih berpasangan dengan wanita yang cantik tapi tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga, apakah dampaknya dalam hidup Anda di kemudian hari nanti? Kalau beda suku/ras/agama, apa dampaknya? Bagaimana kalau sekarang pasangan Anda suka berkata-kata kasar pada Anda atau kecanduan pornografi, apa akibatnya kelak?

Jodoh itu bukan pakaian yang kita beli hanya karena suka (walaupun kadang tidak matching), dan kemudian kita buang saat kita tidak menyukainya lagi. Jodoh lebih mirip dengan memilih rumah, di mana kita tidak memilih semata-mata karena rumahnya bagus, tapi juga melihat lingkungan, dukungan infrastruktur, kemampuan kita membayar cicilan, dan 1001 pertimbangan yang lainnya.

Maka yang lebih tepat adalah “Follow your heart, but take your brain with you

3. Mencari yang sempurna

Tidak ada yang sempurna kecuali Tuhan. Toh Anda juga tidak sempurna. Tapi penyakit mencari pasangan yang sempurna ini umum diderita oleh orang-orang perfectionist (melancholic).

Pernikahan bukanlah soal menemukan seseorang yang paling sempurna dan kemudian kita akan hidup dalam kesempurnaan hidup sesuai dengan rencana dan apa yang kita inginkan. Tetapi pernikahan adalah soal beradaptasi dan bertumbuh bersama menjadi orang yang lebih baik hari demi hari.

Dua orang tidak sempurna bertemu dan bersama memainkan orkestra kehidupan yang tidak sempurna, tetapi saling melengkapi satu dengan yang lain, saling beradaptasi, dan memperbaharui diri untuk menciptakan harmoni kehidupan yang dapat dinikmati oleh diri mereka, sesama dan Tuhan. Bukankah itu yang indah?

4. Tidak memiliki/terlalu minim kriteria

Ini kebalikannya dari point 3 di atas. Karena tidak mau jadi orang yang rese dalam memilih pasangan, maka kriteria-kriteria penting dihilangkan. Padahal kriteria itu harus ada untuk mencegah kita terperangkap dalam situasi pernikahan yang buruk, di mana pertengkaran-pertengkaran yang terjadi tidak bisa diselesaikan.

Paling tidak cobalah Anda membuat seperangkat kriteria pasangan hidup berdasarkan nilai-nilai/belief system yang Anda pegang. Jika nilai kerja keras yang Anda utamakan dalam hidup, carilah pasangan yang menganut nilai yang sama. Jika nilai relasi yang penting bagi Anda, carilah jodoh yang memandang relasi sepenting Anda. Demikian juga jika nilai-nilai agama yang Anda anut sedemikan Anda pegang sebagai panglima, maka carilah orang yang memperjuangkan nilai-nilai agama seperti Anda.

5. Memilih yang terlalu berbeda

Tidak dipungkiri, jatuh cinta seringkali tidak pandang bulu. Pangeran jatuh cinta pada seorang gadis jelata. Profesor menikahi wanita lulusan SMP. Orang kulit hitam ketemu orang kulit putih dan mereka saling mencintai.

Memilih orang yang berbeda dengan kita dalam kadar tertentu baik adanya, karena membuat kita berkembang lebih jauh, beradaptasi dan berkompromi lebih banyak. Namun tatkala perbedaan yang ada terlalu jauh, ini bisa menjadi bencana dalam pernikahan di kemudian hari.

Perbedaan-perbedaan yang perlu diperhatikan adalah sbb:

  1. Perbedaan agama. Khususnya bagi orang-orang yang memegang agamanya sungguh-sungguh, perbedaan agama adalah masalah besar dalam pernikahan. Bahkan terkadang beda aliran saja bisa jadi masalah pelik. Konflik karena perbedaan agama dalam keluarga adalah salah satu konflik yang tidak terpecahkan menurut pakar konflik rumah tangga. Lagipula di beberapa agama diajarkan untuk tidak menikah dengan orang yang beda agama, karena itu dari semua perbedaan, pacaran dan pernikahan beda agama adalah hal yang sangat tidak direkomendasikan untuk dijalani.
  2. Perbedaan suku dan ras. Beda budaya could be fun, tetapi tetap saja kesalahpahaman dan negative thinking mudah hinggap dalam keluarga. Jangan lupa bahwa kita yang ada di Asia masih memegang pernikahan sebagai bukan hanya antara 2 orang saja, tetapi antara 2 keluarga besar mereka. Karena itu pertimbangkan matang-matang, persiapkan diri Anda dan keluarga apabila Anda memilih pasangan yang berbeda suku.
  3. Perbedaan umur (beda umur jauh). Untuk hal ini saya telah membahas dengan tuntas di blog saya, silakan dibaca (5 Tantangan Menikahi Wanita yang Jauh Lebih Tua)
  4. Perbedaan finansial yang jauh. Beda finansial yang terlalu jauh juga bisa menjadi problem. Kecurigaan, perjanjian pisah harta, bisa membuat pernikahan menjadi rentan. Masalah uang memang penyebab konflik no 1 menurut Elisabeth Shaw, seorang psikolog dari Australia, tidak peduli apakah keluarga Anda kaya atau miskin.
  5. Perbedaan pendidikan yang jauh. Bagi Anda yang cenderung lebih menguasai teknologi, pernahkah Anda mencoba mengajarkan suatu aplikasi di komputer kepada salah seorang anggota keluarga Anda yang gaptek? Bagaimana, dapatkah Anda bersabar untuk menuntunnya langkah demi langkah hingga ia tidak memerlukan Anda lagi? Pada umumnya sesuatu yang bagi kita sudah terlalu biasa dan mudah sekali, namun bagi orang lain itu membingungkan, membuat kita naik darah akibat ketidaksabaran kita. Demikian juga dengan perbedaan pendidikan yang jauh. Perbedaan ini akan membuat perbedaan pemilihan kosakata waktu berbicara, dan walau kemungkinan tidak fatal, namun dapat membuat pernikahan kita terganggu.

Perlu dicatat bahwa saya tidak mencoba mengatakan tidak baik memilih pasangan yang beda suku/umur/finansial/pendidikan yang jauh (kecuali agama), saya hanya ingin menyampaikan bahwa potensi konflik itu cukup besar bagi yang perbedaannya cukup jauh (apalagi lebih dari 1 perbedaan yang signifikan di atas) dan perlu diantisipasi supaya tidak menjadi fatal.

6. Mengambil keputusan pada saat emosi (baru putus)

Kesalahan yang cukup fatal berikutnya adalah memutuskan untuk menerima cinta atau menyatakan cinta saat kita masih terbawa emosi putus cinta. Waktu putus cinta (terutama jikalau kita yang diputuskan), emosi kita sedang labil dan ada kecenderungan kita menyabet siapa saja yang mau memberikan perhatian dan kasih sayangnya pada kita.

Mungkin kita tidak biasa malam minggu sendirian, atau mungkin juga kita ingin balas dendam atas pemutusan itu. Bagaimana pun, saat putus cinta, paling baik adalah kita melaluinya tanpa kehadiran teman lawan jenis kita.

Kita butuh waktu untuk meratap dan menerima kenyataan, juga butuh waktu untuk memulihkan kondisi kejiwaan kita. Kita perlu menerima dengan baik bahwa hubungan kita dan mantan kita telah END. Karena hubungan yang tidak diselesaikan dengan baik (tidak mau terima), hanya akan menyulitkan kita dengan calon pasangan hidup kita di masa mendatang.

Nah waktu-waktu ini kira-kira 3 – 6 bulan setelah putus, ada baiknya kita menikmati dulu waktu sendiri, bersahabat dengan banyak orang, sebelum kita menjalin hubungan kembali dengan orang lain.

7. Pacaran terlalu dini

Kebetulan istri saya adalah orang yang pacaran 9 tahun (sejak SMA) sebelum akhirnya pacaran dan menikah dengan saya. Kalau saya tanya kesan dia dengan pacaran semasa SMA, dia menjawab dengan 1 kata saja, “RUGI”.

Kenapa pacaran terlalu dini (sekalipun belum tentu fatal) membuat kesalahan dalam memilih pasangan? Karena waktu sekolah (SD-SMP-SMA) kita belum kenal dunia. Waktu itu pertemanan kita masih begitu terbatas dan kita belum bisa membedakan mana orang yang memang baik dan mana yang brengsek. Semua aksi-aksi kejahatan teman-teman kita selalu kita anggap sebagai hal yang wajar dan nakal (bahkan seksi), karena mereka adalah teman-teman kita. Lain halnya kalau kita memandangnya setelah kita dewasa.

Pacaran terlalu dini juga cenderung meningkatkan resiko kehamilan di luar nikah, putus sekolah dan aborsi. Tapi tanpa problem itu pun, pacaran terlalu dini merugikan kita karena akan membatasi kita untuk menemukan orang yang tepat menjadi pasangan hidup kita.

Kapan usia yang pas untuk pacaran? Baca rumusnya di sini (Rumus Usia yang Pas untuk Pacaran)

Nah dari 7 poin di atas, mana kesalahan yang fatal dalam memilih pasangan? Bagi saya sebelum Anda menikah, kesalahan itu belum fatal, karena Anda masih bisa mengambil keputusan sekarang, sebelum janur kuning didirikan. Kalau yang sudah terlanjur nikah? Belum tentu fatal juga, toh kita masih bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat dengan memperbaiki hubungan, beradaptasi, belajar berkomunikasi dan mengubah diri kita, serta mencari bantuan profesional (seperti saya – cek website kami jika Anda membutuhkan bantuan kami).

BONUS! 7 hal di atas adalah jawaban saya sebagai profesional untuk pertanyaan, “Apa kesalahan fatal yang biasanya dilakukan seseorang saat memilih pasangan?” Poin ke-8 di bawah ini adalah jawaban sejujurnya dari saya, berdasarkan apa yang saya percayai. Namun bilamana Anda merasa terganggu dengan poin ke-8 saya, silakan diabaikan saja.

8. Tidak melibatkan Tuhan

Saya percaya pernikahan adalah persekutuan 3 pihak (bukan 2): Anda, pasangan dan Tuhan. Dan seperti yang pernah saya tuliskan di sini (Apa yang harus saya ketahui sebelum menikah?), pernikahan itu membutuhkan keterlibatan Tuhan untuk bisa bertahan. Karena itu sejujurnya bagi saya, adalah hal yang paling fatal jika kita merasa tidak memerlukan bimbingan-Nya saat kita memilih pasangan.

Ijinkanlah Tuhan memimpin dan membimbing Anda dalam memutuskan dan memilih jodoh Anda. Tuhan akan menolong Anda dan memberikan hikmat-Nya yang tidak terbatas dalam mengambil salah satu keputusan terpenting dalam hidup Anda ini dengan tepat.

Saya Deny Hen, salam pembelajar!

Bagaimana pendapat Anda?