Seseorang tidak dapat hidup dengan sehat secara mental tatkala ia dihantui oleh pikiran-pikiran buruk. Pikiran-pikiran buruk yang sebenarnya merupakan fortune telling, salah satu sesat pikir/distorsi pikiran dapat menghantui dan menghancurkan kekuatan kita untuk produktif. Pikiran-pikiran itu juga bisa merusak hubungan kita dengan orang-orang sekitar kita, terutama dengan orang yang kita kasihi.
Namun bagaimana dengan pikiran positif? Apakah ada juga bahaya yang terkandung dalam suatu pikiran yang positif?
Baca juga: Mengubah Krisis Menjadi Kesempatan Emas
Viktor Frankl, dalam bukunya “Man Searching for Meaning” menceritakan tentang bagaimana berpikir positif dapat membunuh dan menghancurkan ketangguhan seseorang. Viktor merupakan saksi hidup bagaimana ia dan ribuan orang Yahudi lainnya mendapatkan siksaan ekstrim yang dialaminya di kamp konsentrasi di Auschwitz pada masa perang dunia II. Mereka bekerja secara ekstrim setiap hari, termasuk di tengah musim dingin dengan makanan hanya sekerat roti dan sup encer dan sepatu yang tidak sesuai dengan ukuran kakinya. Orang-orang Yahudi itu harus menguatkan diri agar tidak terlihat sakit. Karena semua pesakitan tidak mendapatkan obat, tetapi akan dikirim ke kamar gas untuk menemui ajal mereka.
Dalam kondisi sangat sulit seperti itu beberapa orang mempunyai harapan-harapan dalam pikiran positif mereka. Yaitu harapan bahwa mereka akan bisa pulang kembali ke rumah mereka sebelum Natal. Bahkan ada orang yang memimpikan hal tersebut dan meyakini bahwa mimpi tersebut adalah suatu nubuat, petanda dari Tuhan bahwa ia memang akan dibebaskan sebelum Natal.
Namun kenyataannya, justru kematian di kamp konsentrasi di antara hari Natal 1944 hingga Tahun Baru 1945 melonjak sedemikan tinggi, padahal ransum maupun pekerjaan yang harus mereka kerjakan tidak berubah. Itu karena mereka masih ada di kamp neraka tersebut bahkan hingga setelah tahun baru (dan berbulan-bulan setelahnya). Viktor menemukan bahwa pikiran positif, harapan palsu itu yang telah membunuh mereka.
Hal serupa diceritakan oleh Jim Stockdale, seorang perwira AS yang menjalani tahanan perang selama 7 tahun sewaktu perang Vietnam. Admiral Jim menceritakan bahwa orang-orang yang tidak mampu bertahan dalam penganiayaan di penjara Vietkong adalah orang-orang yang selalu mengatakan, “Kita akan lepas sebelum Natal”, namun kemudian Natal terlewati, dan Natal berikutnya pun tiba, tetapi mereka belum juga lepas. Mereka kemudian wafat karena patah hati.
Harapan, adalah sesuatu yang membuat kita tangguh. Namun harapan yang tidak realistis, pikiran positif yang tidak ditunjang fakta dan kenyataan akan menghancurkan ketangguhan kita, dan dalam krisis bahkan dapat membunuh kita. Kita bukan sedang menguatkan diri kita, tetapi sedang membohongi diri kita sendiri.
Maka pikiran positif yang sehat adalah pikiran positif yang produktif, yaitu kemampuan untuk berpikir secara kritis tanpa menjadi negatif. Orang-orang seperti ini melihat kebenaran secara kritis dari krisis yang sedan terjadi dan melakukannya dalam konteks yang positif. Contohnya: seorang wanita bertinggi 170 cm dengan berat 100 kg
- Ia dikatakan berpikir negatif kalau berkata, “Saya jelek sekali karena perut yang gendut ini”.
- Ia hanya sekedar berpikir positif kalau mengatakan, “Saya cantik kok, tidak ada yang salah dengan tubuh saya.”
- Tetapi ia berpikir positif yang produktif kalau ia mengatakan, “Saya memang gendut, tetapi saya dapat berdiet untuk merampingkan tubuh saya dan membuat saya lebih sehat”.
Sedangkan dalam kondisi krisis sendiri, mindset yang membuat Anda tangguh dan tidak terkalahkan adalah mindset #6:
Aku akan sanggup melewati (kesulitan) ini sebagaimana pun buruknya keadaan ini”
Saya Deny Hen, salam pembelajar!
Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.