5 Alasan Penting Perusahaan Mendukung Work-Life Balance

energi yang terkuras

Pernahkah Anda terlambat 30 menit dari jadwal bertemu dengan klien karena Anda terlambat 20 menit keluar dari Bank, di mana hal itu terjadi akibat Anda terlambat 10 menit mengantar anak-anak ke sekolah, karena mobil Anda kehabisan bensin dan Anda lupa membawa dompet? Ini adalah contoh ketiadaan margin dalam hidup kita.

Baca juga: 2 Sumber Motivasi

Untuk menjadi best performer, kita harus memiliki cadangan energi, cadangan waktu, cadangan emosi, fisik, spiritual dan keuangan yang cukup. Dan itu hanya terjadi saat kita mampu menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dengan kehidupan pribadi kita (work-life balance).

Sayangnya hidup yang seimbang antara pekerjaan dan keluarga merupakan kemewahan bagi para pekerja yang bekerja di Jakarta. Seorang blogger yang bekerja di Jakarta Pusat pernah menghitung bahwa dari 600 karyawan di kantornya, hanya 15% yang tinggal di kota Jakarta. 85% tinggal di kota pinggiran Jakarta. Ini menyebabkan rata-rata karyawan tidak pernah melihat sinar matahari (pergi masih gelap, pulang sudah gelap), dan sebagian bahkan tidak bisa berinteraksi dengan anak-anaknya selama hari kerja.

Kondisi ini membuat banyak pekerja di Jakarta yang mengalami stress dan kehabisan energi, termasuk orang-orang yang selalu kehabisan waktu, persis seperti contoh kejadian yang diutarakan pada awal artikel ini.

Dampak Work – Life Balance

Padahal ada banyak dampak yang diperoleh jika kita bisa memiliki kehidupan pribadi dan pekerjaan yang berimbang, yaitu:

  1. Karyawan yang lebih sehat, lebih bahagia dan lebih sedikit stres
  2. Produktivitas yang lebih tinggi. Riset yang dilakukan Corporate Executive Board yang mensurvey 50.000 karyawan dari 80% dari Fortune 500,  menemukan bahwa para karyawan yang percaya mereka memiliki keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, bekerja lebih keras 21% daripada yang tidak.
  3. Tingkat employee turnover yang lebih rendah. Riset yang dilakukan oleh Hay Group Philadelphia menunjukkan bahwa hanya 17% karyawan yang merencanakan pindah kerja dalam 2 tahun, bagi karyawan yang merasa didukung dalam mengusahakan work-life balance oleh perusahaan tempat ia bekerja. Hal ini 8% lebih rendah daripada karyawan yang tidak merasa didukung.
  4. Perusahaan yang terlibat dalam upaya menyeimbangkan pekerjaan – kehidupan akan mendapatkan keunggulan dalam brand image yang positif. Ini berarti mereka akan relatif lebih mudah dalam mendapatkan tenaga kerja yang unggul.
  5. Secara nasional, harapan akan generasi selanjutnya yang lebih cerah, karena cukup mendapatkan waktu dan perhatian dari kedua orang tuanya.

 

Petuah Direktur Astra Group

Paulus Bambang WSPaulus Bambang WS, seorang Direktur Astra, penulis buku “Built to Bless” dalam sebuah seminar pernah ditanya jam berapa biasanya pulang dari kantor.

Pak Paulus menjawab bahwa ia biasanya pulang kantor jam 5.30 sore, sehingga jam 7 sudah sampai di rumah. Mendengar hal tersebut, penanya berkelakar bahwa dengan pulang sore saja, profit Astra sudah lebih dari 19 triliun, sedangkan ia pulang malam tapi profit masih jauh sekali dari pencapaian Astra Group. Maka ia pun berpikir bahwa kalau saja petinggi Astra pulang malam seperti dirinya, mungkin profit Astra sudah 25 T.

Tetapi Pak Paulus dengan bijaksana menjawab, bahwa itu TIDAK BENAR. Kalau ia pun pulang malam hari, maka profit Astra akan jatuh menjadi hanya 10 T saja. Mengapa?

“Karena semakin malam semakin tidak produktif dan isinya cuma marah-marah karena tensi sudah tinggi dan tidak bisa memikirkan hal strategis di tengah otak yang sudah lelah dan badan yang sudah payah.” demikian penjelasan Pak Paulus Bambang WS.

Maka yang paling penting bukan lamanya jam kerja, melainkan seberapa produktifnya karyawan, dan seberapa efektif dan efisien karyawan dalam mengerjakan tugasnya.

Psikolog organisasi Ellen Kossek mendefinisikan sustainable workforce sebagai tenaga kerja yang memiliki energi positif, kapabilitas, vitalitas dan sumber daya untuk memenuhi tuntutan performa organisasi saat ini maupun yang akan datang, sambil mempertahankan kesehatan mental dan ekonomi dalam pekerjaan, maupun di luar pekerjaan.

Solusi dari 3 Pihak

Memang untuk dapat memiliki work-life balance yang ideal, butuh solusi dari 3 pihak yang terlibat, yaitu:

  1. Pemerintah
  2. Perusahaan
  3. Karyawan (diri sendiri)

Pemerintah dapat membantu dengan

  1. Menyediakan tempat tinggal dengan harga yang terjangkau di dekat tempat kerja
  2. Menyediakan transportasi yang nyaman, aman dan cepat serta murah bagi para commuter, para pekerja yang tinggal jauh dari tempat kerja mereka

 

Perusahaan dapat membantu terwujudnya work-life balance dengan:

  1. Menyediakan alternatif jam kerja yang fleksibel
  2. Mengijinkan karyawan bekerja dari rumah
  3. Pengaturan kerja yang baik sehingga tidak berlebihan memberikan beban kerja pada karyawan
  4. Menyediakan mess atau tempat tinggal dekat kantor
  5. Menyediakan pilihan untuk mengalihkan jam lembur menjadi cuti tambahan
  6. Memberikan kesempatan untuk cuti tambahan (baik paid maupun unpaid leave)
  7. Menyediakan child/pet care
  8. Mengadakan family event secara berkala
  9. Menyediakan sarana olah raga atau entertainment bagi karyawan seperti meja ping-pong, Xbox/PS (seperti Microsoft), atau kafetaria yang disubsidi.
  10. Membuat batasan waktu kerja (seperti yang dilakukan di Jepang, di mana para pekerja dipaksa untuk pulang kerja lebih awal pada Hari Jumat minggu terakhir setiap bulan)

pindah rumah

Bagi pekerja (baik itu karyawan, maupun pimpinan), berikut ini ide yang dapat Anda gunakan untuk setidaknya selangkah lebih dekat dengan work-life balance:

  1. Pindah rumah ke tempat yang lebih dekat dengan kantor
  2. Bekerja lebih efisien, menyelesaikan lebih banyak dengan waktu yang lebih sedikit
  3. Mendelegasikan pekerjaan
  4. Membatasi diri, berani mengatakan “tidak” (bagi tugas yang bukan merupakan kewajiban Anda, atau di luar kapasitas Anda)
  5. Mengelola stress (baik di rumah maupun di kantor). Karena stress yang tidak dikelola akan membuat kita bekerja kurang efisien. (Baca juga: Turning Stress into Success)

 

Banyak orang mungkin berpikir untuk pindah kerja saat merasa jam kerja yang dimiliki terlalu panjang, tetapi terkadang bukan organisasinya yang bermasalah, tetapi diri kitanya yang terlalu ambisius atau workaholic, atau cara kerja kita yang kurang smart. Kalau ini yang menjadi penyebabnya, mau pindah kerja ke mana pun tidak akan menolong.

Bagaimana dengan Anda? apakah Anda merasa sudah cukup imbang antara pekerjaan dan keluarga? Seberapa sering terjadi konflik antara pekerjaan dan peran Anda di rumah? Dan apakah Anda memiliki cukup waktu untuk memperhatikan dan merawat diri Anda sendiri?

    Seorang lelaki belum bisa disebut sukses kalau wanita di sampingnya tidak bahagia (anonim)

Saya Deny Hen, Salam Pembelajar!

work life balance

NB: Bila perusahaan Anda membutuhkan workshop untuk work-life balance, hubungi kami di bawah ini.

 

Bagaimana pendapat Anda?