Krisis Rumah Tangga ala Queen of Tears Menurut Konselor Pernikahan

queen of tears

Rumah tangga yang dibangun dengan penuh cinta, mungkinkah berakhir dengan penderitaan dalam 3 tahun, seperti pada serial drama Queen of Tears? Apakah krisis dalam pernikahan itu memang benar-benar nyata dan sangat destruktif terhadap pernikahan? Bagaimana dari sudut pandang saya sebagai konselor pernikahan?

Bagi pasangan yang akan menikah atau baru saja menikah, memikirkan hubungan cinta mereka akan berakhir dalam 3 tahun saja merupakan suatu mimpi buruk yang sangat tidak ingin dialami dalam pernikahan mereka. Tapi yang namanya krisis tidaklah selalu bisa kita hindari. Karena itu kita perlu tahu bagaimana krisis bisa merusak pernikahan dan bagaimana caranya agar kita bisa selamat melalui krisis.

Baca juga: 6 Ciri Komunikasi Rumah Tangga yang Sehat Menurut Riset

 

Krisis pernikahan dalam Queen of Tears

Dalam drama Queen of Tears, Baek Hyun Woo dan Hong Hae In memulai pernikahan dengan cinta yang mendalam antara mereka. Sekalipun perbedaan latar belakang finansial keluarga yang sangat berbeda di antara keduanya, mereka menjalani pernikahan dengan bahagia. Namun sialnya, krisis datang tanpa diundang. Hae In mengalami keguguran. Hal ini meruntuhkan hati mereka berdua. Alih-alih menghadapi krisis dengan meratap bersama dan menjadi sumber kesejukan bagi pasangannya, mereka mencoba mengatasi luka di hati mereka dengan tindakan-tindakan yang menyakiti hati pasangan mereka. Hae In membuang semua perlengkapan bayi yang sudah mereka beli. Hyun Woo meresponnya dengan tidur di kamar sang calon bayi yang tidak pernah lahir, meninggalkan istrinya tidur seorang diri.

Tindakan membuang barang-barang bayi yang dilakukan Hae In terlihat seperti kemarahan yang teramat besar, namun sebenarnya di balik kemarahan itu ada perasaan terluka dan kehilangan yang luar biasa akan kematian anaknya. Hae In marah kepada keadaan, bukan kepada suaminya.

Di sisi suami, tindakan Hyun Woo memisahkan diri dan tidur di kamar sang calon bayi merupakan tindakan protes kepada Hae In yang berusaha membuang semua yang bisa mengingatkannya kepada kematian anaknya. Namun sebenarnya di balik protes dan marahnya kepada Hae In, yang ada sebenarnya adalah perasaan terluka. Ia menghadapi kesedihan yang sama dengan mengenang sang anak yang tidak pernah lahir. Akan tetapi keinginannya untuk menyimpan memori yang indah itu sirna ketika istrinya membuang semua hal tersebut. Upaya Hae In untuk mengatasi kesedihannya (dengan membuang barang bayi) dipandang sebagai tindakan ofensif terhadap harapan Hyun Woo (dengan mengenang anaknya).

Anda bisa melihat bahwa musuh mereka berdua sebenarnya sama, yaitu luka dan kesedihan akan kehilangan anak, namun karena cara coping terhadap luka tersebut berbeda, krisis kehilangan anak tercinta berubah menjadi krisis pernikahan. Jadi bukan krisisnya yang jadi masalah, melainkan cara menanganinya yang buruk sehingga pernikahan menjadi krisis dan akhirnya bubar.

Tiga Tips Agar Selamat Melalui Krisis dalam Pernikahan

Sebagai seorang manusia, kita tidak bisa lepas dari masalah, karena itu datangnya krisis secara tiba-tiba dalam hidup kita seringkali tidak terhindarkan. Namun sebenarnya krisis merupakan salah satu dari 7 sarana keintiman dalam pernikahan (mengenai 7 sarana keintiman sudah pernah dibahas dalam artikel ini: 7 Cara Membangun Keintiman dan Peta Cinta). Tapi hal ini hanya terjadi jika suami dan istri menerapkan tiga tips berikut ini:

Pertama, pasutri harus berada dalam tim yang sama. Krisis adalah suatu masalah yang sama-sama dihadapi oleh suami maupun istri. Artinya pasangannya pun menghadapi kesulitan-kesulitan akibat krisis tersebut. Suami dan istri harus melihat krisis sebagai “musuh bersama” dan bukan melihat pasangannya sebagai musuhnya. Ini berarti tidak mengarahkan “senjata” kepada pasangannya. Ia tentu saja boleh curhat kepada pasangannya, mengekspresikan kemarahan dan kesulitannya kepada pasangannya, tapi bukan menyerang pasangannya, menyalahkan atau seakan-akan pasangannyalah sumber segala masalah yang dihadapinya.

Kedua, upayakanlah banyak interaksi positif dengan pasangan. John Gottman menekankan bahwa dalam pernikahan yang sehat, rasio interaksi positif dibandingkan dengan yang negatif adalah 5:1, sedangkan dalam pernikahan yang akan bercerai rasionya 0,8:1. Di saat krisis, biasanya interaksi negatif meningkat dibandingkan dengan masa-masa tenang. Maka penangkal dari suatu krisis pernikahan adalah jika pasutri bisa memperbanyak interaksi positif agar rasionya sebisa mungkin tetap 5:1, sama seperti saat kondisi baik-baik saja. Biasanya dalam pasangan yang rasionya 5:1 atau lebih, bahkan kalau pun terjadi konflik, mereka tetap baik-baik saja.

Maka, upayakanlah memberi apresiasi tiap hari kepada pasangan. Fokus kepada apa yang telah dilakukan/pengorbanan pasangan, daripada apa yang tidak dilakukan atau kesalahan pasangan. Upayakanlah satu kebaikan kecil untuk pasangan tiap hari, bahkan di saat hati terasa enggan. Mengajak makan bersama, menelepon menanyakan kabar, membantu merapikan sepatu waktu pasangan pulang, memeluknya sesekali tanpa diminta untuk sejenak memberikan rasa dicintai kepada pasangan merupakan ide-ide yang bagus untuk menjadi mood booster bagi pasangan.

Ketiga, dalam kondisi apa pun, hindari 4 tanda bahaya pernikahan (kritik, hinaan, defensif dan tembok). 4 tanda bahaya pernikahan ini merupakan resep mujarab untuk perceraian. Riset dari Love Lab di Washington DC menunjukkan bahwa kita bisa meramal apa yang akan terjadi dalam 6 tahun ke depan dari suatu pernikahan dengan ketepatan 93% hanya dari mendengarkan 5 menit pertama percakapan konflik pasutri. Tatkala salah satu tanda bahaya itu muncul di 5 menit pertama, itulah suatu petanda pasangan akan bercerai dalam 6 tahun, tentunya jika tidak ada upaya untuk memperbaikinya. Penjelasan lengkap mengenai 4 tanda bahaya ini dapat dibaca di artikel: Belajar dari Kasus Perceraian Ahok – Vero, Inilah 4 Tanda Kiamat Pernikahan yang Harus Diwaspadai.

Dalam film Queen of Tears, jelas sekali banyak contempt/hinaan yang dilakukan Hae In kepada Hyun Woo saat hubungan mereka memburuk. Hyun Woo pun menanggapinya dengan tembok.

 

Tatkala Krisis Berubah Menjadi Krisis Pernikahan

Tatkala krisis memburuk sehingga akhirnya menjadi krisis dalam pernikahan tanpa terlihat tanda-tanda membaik, jangan ragu untuk segera mencari bantuan profesional. Bantuan pada waktunya dapat menyelamatkan pernikahan Anda yang sangat berharga.

Tuhan memberkati Anda.

Bagaimana pendapat Anda?