Masalah dengan Mr. Suami yang egois, penuntut dan sombong

suami yang egois

Pertanyaan: Saya memiliki masalah dengan suami yang egois, penuntut dan sombong. Karena sifatnya itu saya dan anak-anak merasa tertekan dan terintimidasi. Hampir setiap saat dan setiap hari kami mengalami verbal abused. Saat ini saya sudah merasa tidak tahan lagi. Sempat terpikirkan untuk bercerai, namun saya tidak bekerja, dan saya tidak mau kehilangan kedua putra saya. Putra tertua saya pun sebenarnya juga sudah merasa tidak tahan, tapi dia masih berharap untuk meneruskan kuliah dan masih membutuhkan dukungan finansial dari ayahnya. Putra kedua saya adalah anak berkebutuhan khusus, dia tidak dapat fokus dan sedikit autis. Sehingga dia lebih tidak mengerti situasi ini, akan tetapi dia pun sering merasa tidak nyaman seandainya saya tidak ada. Apa yg harus saya perbuat?

Susanti (Nama samaran)

 

Jawab Coach Deny Hen:

Dear Ibu Susanti,

Tidak ada seorang wanita (maupun pria) mana pun yang layak mendapatkan kata-kata kasar maupun cacian yang merupakan verbal abuse. Apalagi hal ini terjadi hampir setiap hari. Tidak aneh kalau akhirnya ibu tidak dapat menahan lagi penderitaan yang ibu alami. Sekalipun demikian, di pihak ibu pun merasa tidak berdaya karena ibu tidak bekerja, dan anak-anak yang masih membutuhkan sang ibu.

Pertanyaannya sejak kapan sang suami memperlakukan ibu dan anak-anak seperti ini? Apakah memang sudah sejak menikah? Ataukah sejak punya anak? Sejak usahanya/karirnya bermasalah? Apakah ada suatu kejadian yang akhirnya membuat suami ibu begitu galak terhadap keluarga dan darah dagingnya sendiri.

Pada prinsipnya, setiap orang punya alasan dan sebab mengapa ia melakukan hal-hal yang menyakiti orang lain. Walaupun apa yang pernah terjadi bukanlah suatu pembenaran untuk melakukan hal-hal yang menyakiti keluarganya, namun pemahaman dan pengertian yang disertai dengan kasih sayang dan kelembutan bukan mustahil dapat menyentuh hati yang keras. Dan bukan tidak mungkin juga bahwa penyebabnya bisa jadi dari orang lain atau bahkan dari Ibu sendiri.

Maka ada beberapa hal yang mungkin dapat ibu lakukan:

  1. Ajak berbicara serius empat mata antara suami dan istri. Mulailah dengan kata saya, dengan formula sebagai berikut: “Saya merasa (apa yang dirasakan) waktu kamu (apa yang ia lakukan), saya membutuhkan kamu (harapan).” Formula ini tujuannya adalah bersikap asertif dan menyatakan pendapat dan perasaan ibu, tanpa suami merasa dihakimi.
  2. Menolak untuk melanjutkan percakapan saat sang suami berkata-kata kasar dan memintanya untuk menghentikan kata-kata itu
  3. Mencoba melihat alasan dan sebab dari sudut pandang suami (hal ini membutuhkan ibu bisa mendengar tanpa menghakimi terlebih dahulu).
  4. Pelan-pelan masukkanlah ide bahwa ibu (dan juga bapak) butuh pertolongan orang lain (misalnya coach/psikolog/konselor)
  5. Lindungi diri ibu dan anak selalu, jika suatu waktu verbal abuse meningkat menjadi physical abuse tanpa ada rasa bersalah dan penyesalan, segera cari bantuan keluarga dekat dan bila perlu pihak yang berwajib.

 

Dalam melakukan hal-hal ini prinsip utama yang harus dipegang adalah bagaimana ibu dan bapak bisa mempertahankan rumah tangga yang dapat dinikmati bersama.

Tidak ada pernikahan yang dapat berhasil jika salah satu antara suami/istri berupaya untuk mengubah pasangannya. Diam saja jelas salah, tetapi berespon dengan negatif juga tidak pernah menghasilkan kebaikan dalam pernikahan. Cara lain yang dapat berhasil adalah mengubah diri sendiri atas hal-hal yang menjadi masalah bagi suami, sehingga akhirnya suami pun bisa berubah setelah melihat perubahan dari sang istri.

Tentunya informasi yang singkat dan tempat yang terbatas seperti ini tidak dapat dengan memuaskan menjawab pertanyaan ibu. Saya sangat menyarankan ibu dapat mencari bantuan untuk bisa menyelamatkan rumah tangga ibu, bukan untuk hidup sengsara, tetapi untuk kehidupan rumah tangga yang rukun dan harmonis.

Bagaimana pendapat Anda?