
Jawab Coach Deny Hen:
Beberapa klien saya mengatakan bahwa sejak awal ia tidak merasakan cinta pada pasangannya, tapi ia tetap menikahi pasangannya dengan berbagai alasan. Klien yang lain mengatakan bahwa pasangannya adalah orang yang telah menggugah hatinya waktu belum jadian dulu. Dulu ia sangat yakin bahwa pasangannya adalah the one. Klien pertama maupun kedua berasal dari dua kubu yang berbeda saat menikah. Yang pertama saat menikah ada yang masih ragu dan bertanya-tanya, bahkan mungkin nangis-nangis memikirkan pernikahan. Yang kedua sangat happy, terlihat sebagai pasangan yang paling bahagia saat pernikahan.
Tapi keduanya menghadapi masalah yang sama: salah satu dari mereka entah istri atau suaminya menggugat cerai, bahkan sebelum usia pernikahan mereka mencapai 5 tahun.
Menurut subjektifitas saya, pernikahan yang benar-benar tidak ada cinta sama sekali itu tidak ada, kecuali nikah kontrak, di mana keduanya sepakat untuk menikah hanya untuk keuntungan-keuntungan pribadi tertentu (seperti sinetron atau drakor). Untuk yang ini saya tidak akan banyak komentar deh.
Tetapi yang menjadi penyebab utama kenapa mereka bercerai di awal-awal pernikahan mereka adalah mereka: 1. kurang mempersiapkan diri mereka untuk menikah!
Kami pernah menerima telepon sepasang sejoli yang sudah ngebet mau nikah dan mereka meminta sesi premarital coaching kepada saya.
Yang menarik dari mereka adalah bahwa mereka baru saja bertemu 5 bulan yang lalu, 2 bulan kemudian jadian, lalu memutuskan untuk menikah dalam 3 bulan ke depan. Jadi mereka baru saja saling mengenal 2 bulan saja sebelum memutuskan untuk menikah, dan hanya melewati waktu 6 bulan pacaran hingga pernikahan. Dan waktu pacaran yang sangat singkat itu pun dijalani secara LDR (long distance relationship)!
Pertanyaannya adalah, apakah kedua sejoli tadi memang sudah siap untuk menikah?
Pernikahan bukanlah sekedar hidup bersama, di mana kedua insan membawa diri mereka masing-masing ke dalam sebuah rumah yang sama dan kemudian masing-masing dapat menjalani hidup yang terpisah masing-masing, sekalipun tinggal dalam rumah yang sama.
Tak jarang saat memutuskan untuk menikah, yang dipersiapkan adalah persiapan-persiapan fisik saja, yaitu uang yang cukup, tempat, waktu, undangan, katering, mobil pengantin. Atau juga baju, asesoris dan make up, berat badan, dan segala sesuatu agar mereka berdua (plus keluarga) bisa tampil prima di hari pernikahan. Untuk persiapan-persiapan fisik itu pasangan dan keluarga bahkan berani mengeluarkan uang yang tidak sedikit, dari ratusan juta hingga milyaran.
Tetapi banyak orang melupakan untuk mempersiapkan diri pribadi mereka, memeriksa hubungan mereka, dan cara berpikir mereka untuk menjalani kehidupan baru setelah hari H pernikahan.
Pria dan wanita yang sedang dimabuk asmara tidak pernah menyadari bahwa gairah cinta yang mereka rasakan saat mereka baru pacaran, tidak akan bertahan lebih dari 2-3 tahun saja (menurut riset Fred Nour, seorang Neurologis)
Itulah sebabnya saya menulis buku “10 Checklist Persiapan Diri untuk Menikah” agar para calon pasutri dapat terlebih dahulu mengevaluasi dan menilai dirinya apakah dia memang benar siap untuk menjalani hidup sehidup semati dengan kekasihnya itu.
Salah satu point yang penting untuk mempersiapkan diri sebelum menikah adalah checklist kelima yaitu Peta Cinta. Peta cinta pada intinya adalah apakah calon pasutri sudah cukup saling mengenal satu dengan yang lain. Bukan sekedar keluarganya, atau sifat-sifatnya, tetapi juga masa lalunya, kegagalan-kegagalannya, tujuan hidupnya, nilai-nilai dan kepercayaan apa yang dipegangnya, termasuk hal-hal kecil seperti makanan kesukaan, tempat favorit, film yang paling berkesan, dan lain-lain.
2. Selain kurangnya persiapan untuk pernikahan, perceraian dini juga dapat disebabkan karena kurang memahami tujuan pernikahan yang sehat. Banyak yang berpikir bahwa tujuan pernikahan adalah untuk kebahagiaan, namun tepat saat itulah sebenarnya kita sedang masuk ke dalam paradoks kebahagiaan.
Paradoks kebahagiaan menunjukkan bahwa kebahagiaan semakin dikejar akan semakin menjauh. Karena saat kita mengejar kebahagiaan kita, seringkali kebahagiaan kita itu akan bertabrakan dengan kebahagiaan pasangan kita. (Kisah yang menggambarkan paradoks ini dapat dibaca di sini: Kisah Pendekar Wu Xia Mencari Pohon Kebahagiaan)
Tetapi tujuan pernikahan yang sehat adalah 3 hal ini: Child, Class dan Calling. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Child adalah tujuan biologis yaitu melahirkan keturunan.
Class adalah sekolah pernikahan. Pernikahan adalah hal yang memaksa diri kita untuk berubah, karakter kita yang seharusnya ke arah yang lebih baik. Karena saat kita tidak bersedia mengubah diri kita, problem akan muncul dalam rumah tangga. Selain itu pernikahan juga adalah sekolah di mana kita belajar mengasihi dan dikasihi pasangan kita.
Pernikahan juga adalah untuk menjalani panggilan Tuhan (calling) bersama. Pernikahan yang baik adalah yang memiliki visi bersama (shared vision), saling mendukung seperti satu perahu yang didayung oleh 2 orang, keduanya harus mendayung ke arah yang sama.
Kebahagiaan bukanlah tujuan dari pernikahan, tetapi adalah dampak dari perjuangan mengusahakan pernikahan yang hebat.
Saat kedua pihak memahami prinsip-prinsip utama dalam pernikahan ini, mereka akan memiliki senjata yang ampuh dalam menghadapi ancaman perceraian. Hal-hal penting seperti ini masih banyak orang yang belum mengetahuinya, itulah sebabnya saya terus mengkampanyekan pentingnya kelas pernikahan yang memadai bagi calon pasutri.
Bagi Anda yang akan segera menikah, saya sangat menyarankan Anda mengikuti kelas pernikahan (seperti Marriage Academy kami) maupun bimbingan pranikah (seperti Premarital Coaching kami) yang memadai . Carilah pemuka agama sebagai pembimbing yang memang mengerti seluk-beluk pernikahan dari sudut agama, tetapi seimbangkan juga dengan pendidikan pernikahan dari sudut pandang sains. Mungkin untuk itu Anda harus meluangkan waktu, tenaga dan uang, tetapi manfaatnya untuk kehidupan pernikahan Anda yang hebat, bukankah itu sepadan?

Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.