7 Ingatan Positif yang Bisa Menyelamatkan Pernikahan

Suatu hari, saya mendapatkan kisah viral tentang suami yang batal menceraikan istrinya. Judul kisah tersebut adalah: AKU GENDONG ENGKAU HINGGA AJAL TIBA. Bagi yang ingin membaca kisah viral tersebut saya kopas kisahnya di bagian bawah artikel ini.

Singkatnya, diceritakan bahwa sang suami yang sudah punya selingkuhan ingin menceraikan istrinya. Istrinya mengijinkan dengan syarat bahwa selama sebulan ke depan suaminya harus menggendong istrinya dari pintu kamar sampai pintu depan setiap pagi, untuk mengenang kembali ketika mereka menikah dulu. Dan ternyata strategi istrinya berhasil! Suaminya tidak jadi menceraikannya dan malah kedekatan antara mereka kembali tumbuh.

Baca juga: Ciri-Ciri Selingkuh dan Bagaimana Mencegahnya

Apakah kisah seperti ini hanyalah laku di drama Korea saja? Ataukah memang kisah seperti ini dapat benar-benar terjadi?

Kisah Serupa di Love Lab

Suatu hari Dr Gottman kedatangan tamu sepasang suami istri di Love Lab-nya di University of Washington. Suami istri itu datang ke Dr Gottman sehubungan dengan hubungan mereka yang sudah sedemikian parahnya. Keributan dan percekcokan adalah makanan sehari-hari bagi pasangan itu dan konflik di antara mereka tampaknya membawa pernikahan mereka ke ujung tanduk.

Saat pertama Dr. Gottman bertemu dengan mereka, Dr. Gottman sendiri berpikir bahwa mereka adalah kandidat duda dan janda, alias memiliki kemungkinan besar bahwa mereka akan bercerai. Tetapi Dr. Gottman kemudian menanyakan satu pertanyaan yang powerful:

“Bagaimana pada awal-awal kalian bersama dulu?”

Keduanya mulai mencoba mengingat bagaimana kencan pertama mereka, dan bagaimana sang suami berjuang untuk mendapatkan cinta sang istri. Dan mereka berdua tanpa sadar menceritakan hal-hal tersebut dengan berpegangan tangan. Hari itu mereka pulang dengan membawa kebahagiaan akan kenangan indah mereka, suatu harapan bahwa pernikahan mereka masih bisa dipertahankan.

ingatan positif menyelamatkan pernikahan

Ingatan yang Positif Membangkitkan Rasa Sayang

Cobalah kita sesaat mengingat-ingat suatu kenangan indah pada masa kecil kita. Pengalaman mendapatkan hadiah dari orang tua, liburan atau suatu kejadian yang menyenangkan yang pernah kita alami dulu. Saat kita mengingatnya, tentunya perasaan kita pun berubah. Kita kembali merasakan secercah kesenangan dan kegembiraan yang dulu kita pernah alami.

Begitu juga dengan kisah hidup kita dengan pasangan kita. Ingatan yang positif akan suami/istri kita membangkitkan rasa sayang kepadanya.

Tetapi, sebaik apa pun kenangan indah tersebut, saat hubungan dengan pasangan menjadi buruk, hal-hal yang sebenarnya positif yang telah terjadi dalam hidup kita dengan pasangan kita seakan-akan ditulis ulang menjadi negatif. Ini adalah bad memory yang menjadi tanda sebuah pernikahan yang tidak sehat. Maka untuk bisa membalikan kembali hal-hal yang menjadi negatif tersebut, kita perlu dengan sengaja berupaya untuk memikirkan dan mengingat hal-hal yang positif mengenai pasangan kita.

7 Ingatan Positif yang Bisa Menyelamatkan Pernikahan

Ada 7 ingatan positif yang dapat kita upayakan untuk bisa meningkatkan rasa sayang kita kepada pasangan kita dan menyelamatkan pernikahan kita. Ini akan menjadi tabungan cinta kita kepada kekasih kita:

1 – Beautiful Memory (Kenangan Indah)

Coba ingat-ingatlah 1 kejadian yang indah pada masa pacaran atau setelah menikah. Apa yang terjadi? Bagaimana perasaan Anda waktu itu?

2 – Common Things (Hal yang Sama)

Hal-hal yang sama di antara suami dan istri seringkali bisa memperkuat hubungan.

3 – Strong Value & Belief (Nilai dan kepercayaan yang kuat)

Cobalah memikirkan 1 nilai atau keyakinan yang sama-sama dipegang baik oleh Anda maupun oleh pasangan Anda.

4 – Cool Things (Hal yang keren)

Cobalah untuk mengingat 1 hal yang paling keren dalam pernikahan Anda. Apakah itu?

5 – Goodness (Kebaikan)

Pikirkan 1 sifat baik yang dimiliki oleh pasangan Anda, dan ceritakan 1 contoh kejadian yang berhubungan dengan sifat baik tersebut.

6 – Sexy (Seksi)

Coba Anda bayangkan tubuh suami/istri Anda,  ingat-ingatlah dan sebutkan 1 bagian mana dari tubuh pasangan Anda yang menarik/sexy bagi Anda, dan bagaimana bagian itu bisa menarik buat Anda?

7 – Success (Sukses)

Ingat-ingatlah suatu masalah besar yang berhasil  dilalui oleh Anda berdua. Apa yang terjadi dan bagaimana akhirnya Anda berdua berhasil melalui masalah tersebut?

 

Ketujuh ingatan positif di atas dapat Anda lakukan setiap hari (cukup 1 ingatan untuk 1 hari), sepanjang minggu ini, dan milikilah pernikahan yang menyenangkan, yang romantisnya tidak pernah berakhir.

7 ingatan positif menyelamatkan pernikahan

Download-lah infografis di atas, atau Bookmark halaman kami ini supaya Anda bisa mengingat 1 hal positif tentang hubungan Anda dengan suami/istri Anda setiap hari sepanjang minggu ini.

Saya Deny Hen, Salam Pembelajar!

 

Berikut ini kutipan kisah viral yang saya dapatkan.

AKU GENDONG ENGKAU HINGGA AJAL TIBA

 Suatu malam ketika aku kembali ke rumah, istriku menghidangkan makan malam untukku, sambil memegang tangannya aku berkata; “Saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu.”Istriku lalu duduk disamping sambil menemaniku menikmati makan malam dengan tenang. Dari raut wajah dan matanya kutahu dia sedang memendam luka batin yang membara.

Tiba-tiba aku tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Kata-kata rasanya berat keluar dari mulutku. Akan tetapi aku harus membiarkan istriku mengetahui apa yang sedang kupikirkan. Aku ingin sebuah perceraian diantara kami. Aku lalu memberanikan diri untuk membicarakannya dengan tenang. Nampaknya dia tidak terganggu sama sekali dengan pembicaraanku, dia malah balik dan bertanya kepadaku dengan tenang, tapi mengapa?

Aku menolak menjawabnya. Ini membuatnya sungguh marah kepadaku. Dia membuang choptiks di tangannya dan mulai berteriak kepadaku, “engkau bukan seorang laki-laki sejati.” Malam itu kami tidak saling bertegur sapa. Dia terus menangis dan menangis. Aku tahu bahwa dia ingin mengetahui alasan dibalik keinginanku untuk bercerai. Tetapi aku dapat memberinya sebuah jawaban yang memuaskan; “Dia telah menyebabkan kasih sayangku hilang terhadap Jane (wanita simpananku). Aku tidak mencintainya lagi. Aku hanya kasihan kepadanya.”

Dengan sebuah rasa bersalah yang dalam, aku membuat sebuah pernyataan persetujuan untuk bercerai bahwa dia dapat memiliki rumah kami, mobil dan 30% dari keuntungan perusahaan kami. Dia sungguh marah, merobek kertas itu. Wanita yang telah menghabiskan 10 tahun hidupnya bersamaku kini telah menjadi orang asing di rumah kami, khususnya di hatiku. Aku meminta maaf untuknya, untuk waktunya yang telah terbuang selama 10 tahun bersamaku, untuk semua usaha dan energy yang diberikan kepadaku tapi aku tidak dapat menarik kembali apa yang telah kukatakan kepada Jane bahwa aku sungguh mencintainya. Akhirnya dia menangis dengan suara keras di hadapanku yang mana Aku sendiri berharap melihat terjadi padanya. Bagiku tangisannya tidak mempunyai makna apa-apa. Keinginanku untuk bercerai di hati dan pikiranku telah bulat dan aku harus melakukannya saat itu.

Hari berikutnya, ketika saya kembali ke rumah sedikit larut kutemukan dia sedang menulis sesuatu di atas meja di ruang tidur kami. Aku tidak makan malam tapi langsung pergi tidur karena rasa ngantuk yang tak tertahankan akibat rasa capai sesudah seharian bertemu dengan Jane, wanita idamanku saat itu. Ketika terbangun kulihat dia masih duduk di samping meja itu sambil melanjutkan tulisannya. Aku tidak menghiraukannya dan kembali meneruskan tidurku.

Pagi harinya dia menyerahkan syarat-syarat perceraian yang telah ditulisnya sejak semalam kepadaku; Dia tidak menginginkan sesuatupun dariku, tetapi hanya membutuhkan waktu sebulan sebelum percerain untuk saling memperlakukan sebagai suami-istri dalam arti sebenarnya. Dia memintaku dalam sebulan itu kami berdua harus berjuang untuk hidup normal layaknya suami-istri. Alasannya sangat sederhana; “Putra kami akan menjalani ujian dalam bulan itu sehingga dia tidak ingin mengganggunya dengan rencana perceraian kami.”

Aku menyetujui syarat-syarat yang dia berikan. Akan tetapi dia juga meminta beberapa syarat tambahan sebagai berikut; Dalam rentang waktu sebulan itu, aku harus mengingat kembali bagaimana pada permulaan pernikahan kami, aku  harus menggendongnya sambil mengenang kembali saat pesta pernikahan kami. Dia memintaku untuk menggendongnya selama sebulan itu dari kamar tidur sampai di muka pintu depan setiap pagi. Aku pikir dia sudah gila. Akan tetapi, biarlah kucoba untuk membuat hari-hari terakhir kami menjadi indah untuk memenuhi permintaannya kepadaku demi meluluskan perceraian kami.

Aku menceritakan kepada Jane (wanita simpananku) tentang syarat-syarat yang ditawarkan oleh istriku. Jane tertawa terbahak-bahak mendengarnya dan berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang aneh dan tak bermakna. Terserah saja apa yang menjadi tuntutannya tapi yang pasti dia akan menghadapi perceraian yang telah  kita rencanakan, demikian kata Jane.

Kami tak lagi berhubungan badan layaknya suami-istri selama waktu-waktu itu. Sehingga sewaktu aku menggendongnya keluar menuju pintu rumah kami pada hari pertama, kami tidak merasakan apa-apa. Putra kami melihatnya dan bertepuk tangan dibelakang kami, sambil berkata, wow…papa sedang menggendong mama. Kata-kata putra kami sungguh membuat luka di hatiku.

Dari tempat tidur sampai di pintu depan aku menggendong dan membawanya sambil tangannya memeluk eratku. Dia menutup mata sambil berkata pelan; “Jangan beritahukan perceraian ini kepada putra kita.” Aku  menurunkannya di depan pintu. Dia lalu pergi ke depan rumah untuk menunggu bus yang akan membawanya ke tempat kerjanya. Sedangkan aku mengendarai mobil sendirian ke kantorku.

Pada hari kedua, kami berdua melakukannya dengan lebih mudah. Dia merapat melekat erat di dadaku. Aku dapat mencium dan merasakan keharuman tubuh dan pakaianya. Aku menyadari bahwa aku tidak memperhatikan wanita ini dengan saksama untuk waktu yang sudah agak lama. Aku menyadari bahwa dia tidak muda lagi seperti dulu. Ada bintik-bintik kecil di raut wajahnya, rambutnya mulai beruban! Perkawinan kami telah membuatnya seperti itu. Untuk beberapa menit aku mencoba merenung tentang apa yang telah kuperbuat kepadanya selama perkawinan kami.

Pada hari yang ke empat, ketika aku menggendongnya, aku merasa sebuah perasaan kedekatan/keintiman yang mulai kembali merebak di relung hatiku yang paling dalam. Inilah wanita yang telah memberi dan mengorbankan 10 tahun kehidupannya untukku. Pada hari keenam dan ketujuh, aku mulai menyadari bahwa kedekatan kami sebagai suami-istri mulai tumbuh kembali di hatiku. Aku tidak mau mengatakan perasaan seperti ini kepada Jane (wanita yang akan kunikahi setelah perceraian kami). Aku pikir ini akan lebih baik karena aku hanya ingin memenuhi syarat yang dia minta agar nantinya aku bisa menikah dengan wanita yang sekarang aku cintai, si Jane.

Aku memperhatikan ketika suatu pagi dia sedang memilih pakaian yang hendak dia kenakan. Dia mencoba beberapa darinya tapi tidak menemukan satu pun yang cocok untuk tubuhnya. Dia lalu sedikit mengeluh, semua pakaianku terasa terlalu besar untuk tubuhku sekarang. Aku kemudian menyadari bahwa dia semakin kurus, dan inilah alasannya mengapa aku dapat dengan mudah menggendongnya pada hari-hari itu.

Tiba-tiba kenyataan itu sangat menusuk dalam di hati dan perasaanku…Dia telah memendam banyak luka dan kepahitan hidup di hatinya. Aku lalu mengulurkan tanganku dan menyentuh kepalanya.

Tiba-tiba putra kami muncul pada saat it dan berkata, “Papa, sekarang waktunya untuk menggendong dan membawa mama.” Baginya, menggendong dan membawa ibunya keluar menjadi sesuatu yang penting dalam hidupnya. Istriku mendekati putra kami dan memeluk erat tubuhnya penuh keharuan. Aku memalingkan wajahku ke arah yang berlawanan karena takut situasi istri dan putraku akan mempengaruhi dan mengubah keputusanku untuk bercerai pada saat-saat akhir memenuhi syarat-syaratnya. Aku lalu mengangkatnya dengan kedua tanganku, berjalan dari kamar tidur kami, melalui ruang santai sampai ke pintu depan. Tangannya melingkar erat di leherku dengan lembut dan sangat romantis layaknya suami-istri yang hidupnya penuh kedamaian dan harmonis satu dengan yang lain. Aku pun memeluk erat tubuhnya; dan ini seperti moment hari pernikahan kami 10 tahun yang lalu.

Akan tetapi tubuhnya yang sekarang ringan membuatku sedih. Pada hari terakhir, ketika aku menggendongnya dengan kedua lenganku aku merasa sangat berat untuk menggerakkan  walaupun cuma selangkah ke depan. Putra kami telah pergi ke sekolah. Aku memeluk eratnya sambil berkata, aku tidak pernah memperhatikan selama ini bahwa hidup perkawinan kita telah kehilangan keintiman/keakraban satu dengan yang lain. Aku mengendarai sendiri kendaraan ke kantorku….melompat keluar dari mobilku tanpa mengunci pintunya. Aku sangat takut jangan sampai ada sesuatu yang membuatku mengubah pikiranku. Aku naik ke lantai atas. Jane membuka pintu dan aku berkata kepadanya, Maaf, Jane, Aku tidak ingin menceraikan istriku.

Jane memandangku penuh tanda tanya bercampur keheranan, dan kemudian menyentuh dahiku dengan jarinya. Apakah badanmu panas? Dia berkata. Aku mengelak dan mengeluarkan tangannya dari dahiku. Maaf, Jane, aku tidak akan bercerai. Hidup perkawinanku terasa membosankan karena dia dan aku tidak memakna secara detail setiap moment kehidupan kami, bukan karena kami tidak saling mencintai satu sama lain. Sekarang aku menyadari bahwa sejak aku menggendong dan membawanya setiap pagi, dan terutama kembali mengingat kenangan hari pernikahan kami aku memutuskan untuk tetap akan menggendongnya sampai hari kematian kami tak terpisahkan satu dari yang lain. Jane sangat kaget mendengar jawabanku. Dia menamparku dan kemudian membanting pintu dengan keras dan mulai meraung-raung dalam kesedihan bercampur kemarahan terhadapku. Aku tidak menghiraukannya. Aku menuruni tangga dan mengendarai mobilku pergi menjauhinya. Aku singgah di sebuah tokoh bunga di sepanjang jalan itu, aku memesan bunga untuk istriku. Gadis penjual bunga bertanya apa yang harus kutulis di kartunya. Aku tersenyum dan menulis; “Aku akan menggendongmu setiap pagi sampai kematian menjemput.”

Petang hari ketika aku tiba di rumah, dengan bunga di tanganku, sebuah senyum indah di wajahku, aku berlari kecil menaiki tangga rumahku, hanya untuk bertemu dengan istiriku dan menyerahkan bunga itu sambil merangkulnya untuk memulai sesuatu yang baru dalam perkawinan kami, tapi apa yang kutemukan? Istriku telah meninggal di atas tempat tidur yang telah kami tempati bersama selama 10 tahun pernikahan kami. Istriku telah berjuang melawan kanker ganas yang telah menyerangnya berbulan-bulan tanpa pengetahuanku karena kesibukanku untuk menjalin hubungan asmara dengan Jane. Istriku tahu bahwa dia akan meninggal dalam waktu yang relatif singkat akibat kanker ganas itu, dan ia ingin menyelamatkanku dari apapun pandangan negatif yang mungkin lahir dari putra kami sebagai reaksi atas kebodohanku sebagai seorang suami dan ayah, terutama rencana gila dan bodohku untuk menceraikan wanita yang telah berkorban selama sepuluh tahun mempertahankan pernikahan kami dan demi putra kami…

—-sekurang-kurangnnya, di mata putra kami – aku adalah seorang ayah yang penuh kasih dan sayang….demikianlah makna dibalik perjuangan istriku.

 

Sekecil apapun dari peristiwa atau hal dalam hidup sangat mempengaruhi hubungan kita. Itu bukan tergantung pada uang di bank, mobil atau kekayaan apapun namanya. Semuanya ini bisa menciptakan peluang untuk menggapai kebahagiaan tapi sangat pasti bahwa mereka tidak bisa memberikan kebahagiaan itu dari diri mereka sendiri. Suami-istrilah yang harus saling memberi demi kebahagiaan itu.

Karena itu, selalu dan selamanya jadilah teman bagi pasanganmu dan buatlah hal-hal yang kecil untuknya yang dapat membangun dan memperkuat hubungan dan keakraban di dalam hidup perkawinanmu. Milikilah sebuah perkawinan yang bahagia. Kamu pasti bisa mendapatkannya, kawan!

Bagaimana pendapat Anda?