5 Solusi Jika Suami Menolak Ikut Konseling Pernikahan

Suami menolak ikut konseling pernikahan

“Pernikahan kami sedang terancam. Sebenarnya saya ingin mempertahankan pernikahan kami, tapi bagaimana caranya? Suami saya menolak untuk mengikuti konseling pernikahan. Kalau saya sendiri yang ikut konseling pernikahan, apakah bisa memperbaiki pernikahan kami?”

Tidak jarang kami menemui kasus-kasus seperti ini. Sang istri sangat ingin memperbaiki hubungan dengan suaminya, ingin membuat pernikahannya menjadi lebih baik, tetapi suaminya tidak tertarik. Ia menolak untuk ikut terlibat dalam prosesnya. Hal yang mirip juga terjadi misalnya ketika istrinya ingin ikut marriage coaching, tetapi suaminya merasa tidak perlu. Atau ketika istrinya ingin mengikuti seminar pernikahan kami, tetapi tidak didukung oleh suaminya.

Baca juga: Ikut Coaching, Bukan Konseling Kalau Kondisi Anda Seperti Ini

Bila ini juga terjadi pada diri Anda, tidak perlu berkecil hati, dan tidak perlu merasa tidak ada harapan dalam pernikahan Anda. Butuh dua orang untuk menikah, tapi seorang diri, Anda dapat membuat perubahan dalam rumah tangga Anda. Tapi sebelum membahas hal tersebut, kita telusuri dulu mengapa pria tidak suka ikut konseling pernikahan.

Mengapa Suami Menolak Ikut Konseling Pernikahan?

Ada beberapa penyebab yang biasanya menjadi alasan mengapa suami tidak mau mengikuti konseling pernikahan:

1. Menyangkal masalah. 

Suami merasa masalah rumah tangga  yang dialami tidaklah seberat itu, sehingga merasa belum perlu bantuan profesional. Padahal dalam pernikahan, sesegera mungkin mendapatkan bantuan akan lebih baik. Bila masalahnya sudah berat, bahkan konseling pernikahan pun seringkali gagal. Bila suami Anda butuh diyakinkan bahwa sudah saatnya mencari pertolongan, Anda bisa share atau kopas artikel ini untuk suami Anda: Jangan Bilang Pernikahan Anda Baik-Baik Saja Sebelum Mencoba ini

mencari konselor pernikahan

2. Tidak tahu harus ke mana.  

Secara umum kita yang ada di Indonesia jarang sekali pergi ke psikolog atau konselor. Maka jarang ada yang punya kontak atau relasi dengan mereka. Tak kenal maka tak sayang, tidak aneh kalau banyak orang bingung kalau mau konseling harus pergi ke mana.

3. Tidak nyaman.

Alasan lainnya adalah para suami tidak merasa nyaman membuka diri kepada konselor. Jangankan konselor, kepada teman-temannya saja, jarang sekali para pria menceritakan tentang dirinya dan keluarganya. Pria memang cenderung tidak suka curhat, baper, dan lebih berpikir secara logika daripada mengungkapkan perasaan. Apalagi apabila konselornya wanita. Harga diri pria bisa merasa jatuh.

Secara psikologis hanya 20% pria yang tidak memiliki masalah untuk curhat dan membagikan perasaannya. Karena itu hal ini sebenarnya sangat wajar terjadi, dan banyak konselor sekarang sudah memperlengkapi diri untuk memberikan terapi pada para pria dengan cara yang berbeda.

4. Konselor dianggap akan membela istrinya.

Para pria juga merasa tidak aman, mereka berpikir bahwa konselor-konselor itu pasti akan membela istri mereka dan menyalahkan para suami untuk apa yang terjadi. Dalm hal ini para suami perlu mengetahui bahwa sekalipun para suami itu berkontribusi terhadap permasalahan dalam keluarga (sama juga seperti istri mereka pun pasti punya kontribusi terhadap masalah itu), namun tentunya sebagai konselor profesional yang terlatih tidak akan menyalahkan siapa pun dalam membantu pasutri menemukan jalan keluar.

5. Harga diri.

Adalah hal yang memalukan jika keluarga besar, tetangga, rekan-rekan kantor mengetahui jika mereka pergi konseling. British Social Attitude Survey menemukan bahwa 43% responden tidak ingin diketahui oleh siapa pun jika mereka perlu menemui terapis atau konselor.

Karena itu keluarga-keluarga yang memiliki masalah pernikahan akan menahan diri mencari bantuan, sampai masalah dalam rumah tangga mereka meledak. Maka tidak aneh jika ada pasangan-pasangan yang terlihat adem ayem saja, tiba-tiba dan tahu-tahu sudah bercerai. Kalau sudah begini lebih malu mana, mencari bantuan ataukah bercerai?

6. Mahal.

Menyewa psikolog/konselor memang tidak murah. Rate seorang konselor yang paling murah di Jakarta yang pernah saya temukan di website adalah Rp. 500.000,- perjam konseling. Jadi kalau konseling hingga 10 x, artinya membutuhkan dana sedikitnya 5 juta rupiah.

Tapi coba kalau kita pikirkan mahalnya biaya perceraian. Untuk pengacara saja bisa harus membayar 20 juta, plus ada yang disebut dengan success fee (biaya yang harus dibayar bila klien memenangkan sidang). Belum lagi biaya gugatan cerai/talak cerai, biaya sidang, biaya akomodasi, biaya transport pengacara, biaya tunjangan untuk istri tiap bulan, pemisahan harta dll.

Dapatkah Anda membayangkan betapa besar biaya, waktu dan perhatian yang tersita untuk suatu perceraian? Bagi para istri pun banyak yang mengalami stres pasca perceraian, terutama karena penghasilannya sendiri ternyata sulit untuk mencukupi biaya kebutuhan hidup sehari-hari.

biaya perceraian

 

Jadi bagi pasutri yang mengalami masalah dalam hubungan dengan pasangan, sebenarnya mencari bantuan pihak ketiga adalah bukan lagi suatu pilihan. Itu adalah sebuah kebutuhan.

Apa yang Bisa Dilakukan Saat Suami Menolak Ikut Konseling Pernikahan

Kalau begitu apa yang dapat dilakukan istri jika suaminya menolak ikut konseling pernikahan?

Sebenarnya kita tidak pernah bisa mengubah orang lain. Itu adalah fakta. Yang kita bisa usahakan adalah kita mengubah diri kita sendiri dan kemudian orang lain pun akan berubah. Kualitas pernikahan kita juga akan berubah dengan sendirinya.

          Kita tidak dapat mengubah orang lain. Kita mengubah diri kita sendiri maka pernikahan kita pun akan berubah.

Ada sedikitnya 5 hal yang Anda bisa lakukan untuk menolong pernikahan Anda:

1. Membaca Buku Pernikahan

Anda dapat membaca buku mengenai pernikahan dan menerapkannya dalam pernikahan Anda. (Nantikan buku tentang 6 skill yang dibutuhkan dalam pernikahan yang saya tulis, saat ini sedang proses cetak di Gramedia)

2. Mengikuti Kelas Online

Bila Anda tidak suka membaca buku, Anda juga bisa memilih untuk mengikuti kelas online pernikahan. (seperti kelas Rahasia Membangun Pernikahan yang Anda Idamkan, di mana kelas online ini juga memiliki audio streaming, sehingga dapat Anda ikuti sambil berolah raga/memasak/berkendara).

CLR002 Rahasia Pernikahan

Dari hasil survey theCoupleConnection.net, 40% responden ternyata lebih memilih bantuan secara online dan 50% responden tidak bersedia mencari bantuan secara tatap muka. Pertolongan untuk pasutri bermasalah dari web ini disukai karena sifatnya yang rahasia, dapat diikuti tanpa harus diketahui oleh orang lain (77%), waktu belajar yang dapat diikuti kapan saja (68%) dan biaya yang murah (67%).

Penelitian menunjukkan bahwa self-help melalui internet ini cukup efektif. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa online course pernikahan justru lebih efektif dalam membangun pernikahan yang indah daripada pertemuan tatap muka (Duncan, 2009 dan juga penelitian Busby, et al., 2007). Kunci keefektifan kelas online terletak pada inisiatif dan kemauan yang kuat dari peserta sendiri untuk mengikuti kelas online dan melakukan perubahan.

3. Mengikuti Seminar/Workshop/Retreat

Bila mengikuti konseling dirasakan offensive atau kurang nyaman bagi suami, Anda dapat mengajaknya untuk mengikuti seminar atau workshop pernikahan, atau retreat (mungkin lebih terkenal dengan istilah Marriage Enrichment). 

Seminar dan wokshop atau retreat diikuti oleh banyak pasangan lain, sehingga para suami tidak akan merasa disudutkan. Dalam workshop kita dapat mempelajari berbagai skill/keahlian yang dibutuhkan untuk mengatasi konflik suami-istri. Dalam retreat kita dapat mendiskusikan berdua mengenai hal-hal yang selama ini mengganjal dalam pernikahan kita, tanpa diganggu oleh pekerjaan maupun anak dan keluarga yang lain.

Workshop dan retreat juga biasanya bersifat interaktif, jadi bukan hanya sekedar seminar searah, yang mana pasutri juga dapat merasakan fun dan sekaligus refreshing dari berbagai aktivitas/games yang ada.

4. Mengikuti Coaching (sendiri maupun berdua)

Jika mengajak ikut konseling membuat suami merasa tidak aman, kita dapat mengajak suami untuk mengikuti Coaching. Katakan padanya, “Aku ingin belajar bagaimana menjadi istri yang lebih baik untukmu, dan aku merasa butuh orang lain untuk mengajariku. Maukah engkah datang denganku ke Marriage Coach?”

Mengatakan “terapi” atau “konseling” memang dapat mengancam suami (seakan-akan suami kita sedang sakit jiwa), tetapi kata “coach” relatif lebih aman. Karena coaching lebih menekankan pada bagaimana mencapai tujuan ke depan, yaitu dalam hal ini adalah hubungan suami-istri yang lebih baik.

Dengan marriage coaching atau terkadang suka disebut juga relationship coaching, Anda (sendiri maupun berdua) akan mempelajari berbagai skill dan tools untuk memperbaiki (atau meningkatkan) hubungan Anda berdua. Dan tentu saja Anda juga dapat mengikuti marriage coaching tanpa kehadiran suami Anda (jika ia tetap tidak mau ikut). Dengan perubahan sikap dan tindakan serta respon Anda terhadap masalah di rumah, niscaya pernikahan Anda akan menjadi lebih baik sekalipun jika Anda mengikutinya seorang diri.

Coaching akan menolong dan melatih Anda untuk melatih trust, dan mengembalikan passion serta koneksi emosi kembali antara Anda dengan suami Anda. Ada kasus-kasus di mana suami yang sudah kehilangan ketertarikan kepada istri bisa dipulihkan kembali. Ini terjadi karena marriage coaching menjembatani celah kebutuhan kaum pria yang tidak terisi oleh layanan konseling.

marriage coaching

Notes: Walau dengan banyak keuntungan ini, perlu diketahui bahwa coaching tetap memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam menolong pasangan. Inilah sebabnya Pembelajar Hidup selalu mengkombinasikan konseling dengan coaching dalam setiap konsultasi pernikahan.

 

5. Istri Mengikuti Konseling Pernikahan Seorang Diri

Jikalau suami benar-benar tetap tidak mau mengikuti Anda ke kursi konselor/psikolog, maka jangan ragu untuk Anda pergi seorang diri ke konselor. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya,

     Butuh dua orang untuk menikah, tapi seorang diri, Anda dapat membuat perubahan dalam rumah tangga Anda.

Kelebihan konseling adalah, Anda akan dibongkar dan ditelusuri untuk menemukan akar-akar penyebab masalah rumah tangga yang berasal dari diri Anda sendiri. Banyak orang yang menikah dengan membawa sampah dari keluarga asalnya. Sampah-sampah itu misalnya adanya kebutuhan psikis yang tidak dipenuhi orang tua, tekanan-tekanan mental, amarah dan kebencian atas perlakuan orang tua, mungkin juga ada pengaruh pelecehan seksual pada masa lalu. Semua ini bisa menimbulkan rasa insecure dalam pernikahan yang perlu dibereskan melalui konseling.

 

Ternyata bukankah ada banyak bantuan untuk menolong Anda menghadapi kesulitan dalam pernikahan, bahkan walaupun suami Anda menolak untuk mengikuti konseling. Pembelajar Hidup memiliki layanan yang lengkap untuk menolong pernikahan, mulai dari assessment (standar internasional), konseling, coaching maupun edukasi pernikahan (Marriage Academy), semoga dapat membantu banyak pasangan meraih pernikahan idaman mereka.

   Cinta yang berkomitmen memang berat dan mahal, tetapi pada waktunya akan memberikan timbal balik yang sepadan, yaitu pernikahan yang hebat.

 

Saya Deny Hen, Salam Pembelajar!

Bagaimana pendapat Anda?