Pertanyaan yang Harus Ditanyakan kepada Pasangan yang Selingkuh

menghadapi perselingkuhan

Tanpa diketahui suami, Sulastri membuka WA suaminya. Ia kemudian melihat-lihat, dan membaca percakapan-percakapan yang dilakukan suaminya dengan orang lain yang memiliki nama wanita. Matanya seperti tertarik dengan satu nama: Mindy. Dan alangkah terkejutnya waktu ia membuka chat antara suami dengan Mindy. Ia merasa sesak nafas dan dunia seakan sedang berputar. Ternyata benar, suaminya ada main di belakangnya. Pelakor itu bernama Mindy. Lastri berulang-ulang bergumam kepada dirinya sendiri, “Kenapa…. Kenapa kamu lakukan hal itu, Jo?”

Baca juga: Suami Ketahuan Selingkuh: Pertahankan atau Cerai?

Pada saat perselingkuhan terjadi, pertanyaan yang paling banyak ditanyakan oleh pasangan yang dilukai biasanya adalah kenapa. Ini pertanyaan simalakama sebenarnya. Karena apa pun jawaban terhadap pertanyaan itu, tidak akan memuaskan bagi pasangan yang telah dilukai. Yang terburuk adalah apabila pasangan yang selingkuh menyebutkan bahwa ada problem dalam pernikahan mereka. Ini secara langsung maupun tidak langsung menyalahkan pasangan yang terluka. Akibatnya pasangan yang dikhianati ini akan terluka semakin dalam.

Itulah sebabnya dalam konseling pernikahan, justru pertanyaan kenapa itu yang tidak boleh dibahas di awal konseling. Pertanyaan itu tidak mampu dijawab oleh sang pelaku, karena apa yang ia sebutkan sebagai penyebabnya, belum tentu benar-benar menjadi penyebabnya. Dan walaupun konselor mampu menjawabnya, sebenarnya bukan itu yang dibutuhkan oleh pasangan yang merasa sangat terluka oleh perselingkuhan itu. Yang ia butuhkan sebenarnya adalah permintaan maaf, penyesalan dan upaya dari pasangannya untuk menebus kesalahannya.

Terkadang yang terjadi justru sebaliknya. Istri (ataupun suami) yang diselingkuhi merasa terlalu menyakitkan untuk membahas tentang perselingkuhan yang telah terbongkar itu, ia berhenti mendiskusikan dan memendam kemarahannya sendiri. Hal ini tidak berakhir baik bagi mereka berdua. Luka dan trauma yang dialami istri akan membuat emosi sang istri tercabik-cabik. Saat terpicu, istri bisa marah-marah tidak karuan, atau hanya diam menangis tersedu-sedu tanpa mampu mengatakan sepatah kata pun.

Sesuatu telah terjadi. Perselingkuhan pasti mengubah keduanya. Sebenarnya penting untuk menanyakan beberapa pertanyaan penting yang menyangkut perselingkuhan itu demi masa depan Anda berdua.  Pertanyaan-pertanyaan yang perlu diajukan adalah:

  1. Detail perselingkuhan: Di mana, kapan, berapa kali, dengan siapa saja?
  2. Sejauh apa yang sudah dilakukan: apakah baru sekedar flirting, apakah baru di chat, apakah sudah berkencan, ataukah sudah melakukan hubungan intim? Kalau ia mengatakan sudah, pasangan yang terluka perlu menahan diri sekuat tenaga dari bertanya-tanya tentang detail hubungan intim yang dilakukan. Karena hal ini bisa memiliki dampak yang sangat menghancurkan pasangan yang terluka (yang bisa menentukan apakah pernikahan ini bisa diselamatkan atau tidak).
  3. Apakah menggunakan kontrasepsi? Adakah kemungkinan pelakor hamil dan melahirkan anak dari pasangan? Pertanyaan ini bukan hanya penting untuk menyiapkan diri dengan potensi adanya anak tiri, tetapi juga adanya kemungkinan terjangkitnya penyakit kelamin.
  4. Apakah sudah menghentikan kontak dengan pelakor? Kalau belum, apakah bersedia untuk menghentikannya? Pertanyaan ini sangat penting karena tidak ada pernikahan yang bisa bertahan kalau salah satu pasangan tetap menjalankan hubungan romantik dengan orang lain.
  5. Bersediakah untuk bersama-sama mencari bantuan konselor untuk konseling pernikahan? Pertanyaan terakhir ini sebenarnya bukan pertanyaan, tetapi harus disertai dengan desakan yang sangat kuat.

 

Saya sudah melihat dampak-dampak yang menghancurkan dari suatu perselingkuhan yang sebenarnya bisa diatasi kalau keduanya bersedia dan tidak menunda untuk mencari bantuan profesional seperti konselor pernikahan. Tetapi seringkali di Indonesia, suami yang melakukan perselingkuhan (terkadang juga pasangannya) tidak bersedia mencari bantuan konselor. Orang yang melakukan perselingkuhan takut konselor akan menyalahkan, atau menghakimi mereka. Padahal konselor yang baik tidak akan menyalahkan dan menghakimi, malah akan mendengarkan dan membantu keduanya untuk bisa kembali melihat cahaya pernikahan di dalam kegelapan dan di tengah ancaman perceraian.

Saya tidak menyangkali bahwa memang ada psikolog/konselor yang kurang diperlengkapi untuk menghadapi perselingkuhan. Beberapa klien kami kecewa karena konselor yang menghakimi, bahkan pernah ada yang mau bunuh diri karena disalahkan oleh konselor mereka. Tetapi hal ini janganlah membuat kita merasa tidak ada harapan karena masih banyak konselor/psikolog lain yang tahu dengan pasti apa yang harus dilakukan untuk menangani klien-klien yang mengalami perselingkuhan.

Kontak kami jika Anda memerlukan bantuan konselor yang telah mengikuti pelatihan khusus menangani pasangan yang telah menghadapi perselingkuhan.

 

 

Bagaimana pendapat Anda?