
Istilah Coaching memang sedang ngetrend dewasa ini. Berbeda dengan konseling yang sudah dikenal masyarakat luas, pengertian coaching masih sering tumpang tindih dengan konsultasi ataupun mentoring. Tidak jarang orang dibuat bingung apabila mengalami masalah yang membutuhkan bantuan, harus pergi ke mana, coach, atau konselor, atau psikolog, atau psikiater?
Artikel ini dibuat untuk membantu Anda memilih ahli yang tepat untuk menangani permasalahan yang Anda atau keluarga/teman Anda hadapi. Untuk definisi coaching, silakan membaca artikel ini (Baca: Sukses dalam Karir dan Sukses dalam Bahtera Keluarga dengan Coaching)
Psikiater vs Psikolog
Menurut Himpsi (Himpunan Psikolog Indonesia), psikolog dan psikiater sama-sama mendalami ilmu kejiwaan dan segala hal yang berhubungan dengan perkembangan manusia. Kedua profesi ini pun memiliki konsentrasi praktik yang sama, berupa upaya penanganan, pencegahan, pendiagnosaan dan pemberian terapi untuk pasien/klien yang memiliki penyimpangan perilaku misalnya kenakalan remaja, phobia sekolah, masalah kecemasan, konflik keluarga, krisis percaya diri , hingga masalah depresi, kecemasan, gangguan halusinasi, schizophrenia, dan lainnya.
Yang membedakan dari kedua profesi tersebut adalah psikiater (yang memiliki latar belakang ilmu kedokteran) bisa memberikan terapi obat-obatan (farmakoterapi), karena sebagian dari masalah-masalah tersebut terjadi karena masalah kesehatan, atau dengan kata lain klien tersebut mengidap gangguan secara biologis (contoh depresi, bipolar atau schizophrenia). Sedangkan psikolog lebih fokus pada aspek psikologis dan sosial, sehingga penanganan yang diberikan berupa terapi psikologi (psikoterapi) dan konseling.
Karena perbedaan itulah, maka biaya konsultasi seorang psikiater merupakan yang paling tinggi di antara semua profesi yang disebutkan di atas. Sekalipun demikian, pada umumnya psikiater tidak memberikan psikoterapi, apalagi konseling. Jadi jika klien membutuhkan katarsis (mencurahkan emosinya) untuk membuat dirinya merasa lega, atau membutuhkan memproses masa lalu yang berdampak ke perilaku negatif, lebih tepat jika ia menemui seorang konselor.
Psikolog vs Konselor
Pada prinsipnya profesi coach, konselor, psikolog maupun psikiater semua sama-sama memperlajari psikologi sebagai dasar ilmu untuk menolong klien. Namun kadar dan penekanan yang dipelajari berbeda.
Konselor juga menangani berbagai masalah sosial dan penyimpangan perilaku seperti psikolog dan psikiater, namun konselor tidak menangani gangguan-gangguan psikologis abnormal seperti schizophrenia atau bipolar. Konselor juga tidak dapat melakukan test-test psikologi seperti test IQ, test kesehatan jiwa (MMPI), dan test-test psikologis lainnya (kecuali beberapa test yang mana konselor sudah mendapatkan pelatihan khusus).
Fokus kerja seorang konselor ialah kepada individu yang normal bermasalah. Normal bermasalah berarti mereka yang sebenarnya memiliki masalah dan tantangan dalam hidup, namun tidak sampai menyebabkannya mengalami gangguan jiwa yang serius, seperti kenakalan remaja, trauma akibat perceraian atau perselingkuhan, rendah diri, rasa dukacita mendalam karena orang yang dikasihi meninggal, dan yang lainnya.
Seorang psikolog klinis umumnya mempunyai juga keahlian konseling yang terbatas (sesuai dengan spesialisasinya), namun apabila seorang konselor/coach menangani masalah yang menyangkut gangguan psikologis yang serius seperti psikosis, bipolar, phobia, skizofrenia, dll, ia akan mereferensikan kliennya kepada seorang psikolog untuk dilakukan psikoterapi, atau psikiater (untuk diobati dengan menggunakan obat).
Konselor vs Life Coach
Berbeda dengan konselor maupun psikolog dan psikiater yang fokus kerjanya menolong orang-orang yang mengalami masalah dalam hidup, seorang coach berorientasi masa depan. Coaching sering disebut sebagai positif psychology sedangkan konseling sebagai negative psychology. Yang dimaksudkan dengan positif adalah, coaching membantu klien (coachee) untuk melangkah maju (futuristik), meraih kehidupan yang penuh dan maksimal, melatih coachee untuk sukses mencapai tujuan yang diidam-idamkannya.
Coach pada prinsipnya tidak menangani masalah-masalah kejiwaan atau yang menyangkut masalah emosi. Namun seorang life coach bisa saja menolong secara efektif seseorang yang bermasalah dengan emosi (misalnya kemarahan), yang masalah emosinya sebenarnya disebabkan oleh situasi (bukan cacat karakter atau penyimpangan perilaku).
Hal ini pernah terjadi pada klien kami di mana klien datang dengan masalah dengan amarah pada anak. Masalah amarah pada anak ini sebenarnya sangat lumrah terjadi dan belum tentu harus ditangani secara konseling karena orang tua dapat dicoach untuk menangani situasi-situasi yang membuat mereka marah pada anak. Amarah pada orang tua ini belum tentu merupakan penyimpangan perilaku.
Perbedaan-perbedaan secara lebih jelas diuraikan sebagai berikut:
- Konseling berfokus pada problem, coaching berfokus pada solusi dan tindakan/langkah
- Konseling menelusuri masalah dari masa lalu Anda, sedangkan coaching melihat ke depan dan fokus pada tujuan/target, menyingkirkan hambatan dan mendapatkan keahlian yang dibutuhkan untuk mencapai hal yang diinginkan.
- Konseling sangat menolong saat emosi Anda menyulitkan Anda untuk mengambil pilihan yang benar/tepat (klien tahu harus melakukan hal tersebut, tetapi klien tidak mampu mengambil langkah itu). Coaching berasumsi bahwa Anda sehat secara psikologis namun membutuhkan bantuan untuk menjadi lebih baik atau melangkah maju (coachee mampu dan ingin maju, namun tidak tahu apa yang harus dilakukan)
- Konseling tepat bagi orang-orang yang memiliki masalah psikologis, tapi coaching lebih fokus untuk membantu Anda meraih tujuan yang diinginkan.
Dalam hal coaching relasi atau pernikahan misalnya, coach dapat membantu meningkatkan hubungan suami istri yang kurang harmonis dalam hal melatih kedua pihak untuk menjadi pasangan yang lebih baik dan berinteraksi/berkomunikasi dengan lebih baik. Namun life coach tidak dapat membantu masalah depresi dan trauma berat akibat perceraian atau perselingkuhan atau dukacita karena kematian orang yang dikasihi.
Pada prakteknya, tidak terhindarkan bahwa seorang klien yang datang pada coach ternyata juga membutuhkan bantuan konseling, karena itu coach di Pembelajar Hidup melengkapi diri dengan keahlian konseling sehingga mampu memberikan sesi konseling. Apabila dibutuhkan penanganan yang lebih lanjut (misalnya karena menyangkut gangguan mental), coach akan merujuk kepada psikolog/psikiater lain.
Memang sekalipun sudah mengetahui perbedaan antara psikolog, psikiater, coach maupun konselor, tidak menjamin seorang klien mendatangi ahli yang kurang tepat dalam menanganinya. Hal ini seperti seseorang yang sakit tenggorokan dan datang ke pada dokter THT, padahal sakit tenggorokannya disebabkan oleh bakteri pada paru-paru yang seharusnya ditangani oleh dokter Paru (Pulmonologist). Anda dapat juga menghubungi admin kami jika Bapak/Ibu merasa bingung harus pergi ke mana untuk mencari pertolongan.
Namun melalui artikel ini diharapkan sedikitnya membantu memilah dengan lebih tepat ke mana Anda atau keluarga Anda pergi berkonsultasi. Khususnya bila ingin meningkatkan kualitas hidup baik dalam pernikahan, dalam karir, tujuan hidup maupun dalam parenting, maka coaching di Pembelajar Hidup adalah pilihan yang tepat.

Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.