Refleksi Derek Chauvin: Menguasai Emosi adalah Tangguh

menguasai emosi adalah tangguh

Tujuh hari sudah orang Amerika di lebih dari 140 kota melakukan demonstrasi paska terbunuhnya George Floyd, seorang kulit hitam akibat kekerasan polisi di luar batas. Peristiwa mengerikan itu juga telah memicu kemarahan internasional, setelah rakyat New Zealand, Kanada, dan Inggris ikut serta dalam demostrasi besar-besaran menyerukan “Black Lives Matter“.

Derek Chauvin, sang polisi yang melakukan kekerasan tersebut telah dipecat dan terancam kurungan penjara selama 25 tahun untuk tuduhan pembunuhan tingkat tiga. Bahkan istrinya pun meninggalkan suaminya dan mengajukkan perceraian.

Derek Chauvin sebenarnya adalah seorang polisi pemberani yang pernah mendapatkan mendali penghargaan di tahun 2008 karena keberaniannya menghadapi pria bersenjata api. Pada waktu itu ia menyelamatkan seorang wanita dari kekerasan yang dilakukan kekasihnya. Ia telah mengabdi selama 19 tahun sebagai seorang polisi di Minneapolis.

Dunia memang marah atas tindakan rasis yang dilakukan oleh Chauvin, tetapi mengingat pengabdiannya selama 19 tahun, ditambah dengan mendali keberanian yang diperolehnya, dari sisi lain, dunia juga kehilangan pengabdian seorang polisi pemberani.

Derek, diketahui mempunyai perangai yang terkadang mudah marah dan bereaksi secara berlebihan, menurut salah seorang mantan bosnya, Maya Santamaria. Dan ini merupakan petunjuk bagaimana seorang polisi yang tangguh akhirnya jatuh. (selengkapnya dapat membaca berita di sini)

Baca juga: Bagaimana Tetap Tangguh di Masa Krisis

Masih ingat dengan petinju terhebat sepanjang masa: Mike Tyson? Saat ini ia bukan hanya dikenal sebagai petinju terhebat sepanjang masa, tetapi juga “penggigit kuping” yang terkenal. Ia menggigit kuping lawan tinjunya, Evander Holyfield pada ronde ketiga. Mike petinju hebat yang mempunyai rekor mengalahkan lawan dengan KO, harus dicabut lisensi tinjunya dan membayar denda sebesar 3 juta Dollar, karena emosi dan kehilangan kendali.

Benang merah dari dua kejadian: sang polisi Chauvin dan sang petinju Tyson adalah kegagalan mereka mengendalikan emosi mereka yang menyebabkan orang lain terluka. Dalam peristiwa Chavin akibatnya fatal, sebuah nyawa menghilang, dan memicu demonstasi rusuh di berbagai kota di Amerika.

Kemampuan mengendalikan emosi (istilah yang lebih tepat sebenarnya adalah regulasi emosi) memang adalah ketrampilan untuk tangguh. Maka tepat sekali pepatah kuno dari Raja Sulaiman yang mengatakan: “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.”

Salam pembelajar!

 

Bagaimana pendapat Anda?