
“Gue mau cerai” demikian tutur Ashyanti waktu bercerita mengenai goncangan pernikahannya dengan Anang Hermansyah di masa lampau. Ia mengakui bahwa ia pernah ingin bercerai dari suaminya yang menikahinya setelah pernikahan suaminya dengan Krisdayanti kandas. Dan keinginan untuk bercerai itu bahkan sudah terjadi pada tahun pertama pernikahan mereka.
Sebagian dari kita pernah mengatakan hal yang sama kepada suami/istri kita. Paling tidak, pernah berpikir untuk berpisah.
Baca juga: Sukses dalam Karir dan Sukses dalam Bahtera Keluarga dengan Coaching
Data dari merdeka.com mengatakan bahwa 1 dari 10 pernikahan di Indonesia berakhir dengan perceraian, dan kenaikan jumlah perceraian tiap tahun di Indonesia adalah 15 – 20x lipat daripada kenaikan jumlah pernikahan. Trend ini sangat mengkhawatirkan sehingga menjadi perhatian kementrian Agama.
Karyawan yang menghadapi masalah pribadi dalam keluarga mereka selalu berdampak pada kinerja mereka di tempat kerja dan perceraian adalah salah satu yang memberikan dampak paling besar. Bahkan sebelum perceraian digulirkan, apabila mengalami perselingkuhan akan memberikan dampak kesehatan mental seperti PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) yang dapat merugikan perusahaan.
Akibat dari perceraian telah diketahui berdampak pada:
- Absen karyawan misalnya ijin mengurus perceraian maupun sakit karena stres yang ditimbulkannya.
- Penurunan kinerja karena tidak fokus, banyak pikiran, stres.
- Penurunan kinerja tim, karena menggunakan waktu produktif untuk berdiskusi dengan rekan kerja mengenai apa yang mereka alami.
- Pengambilan keputusan yang buruk. Perceraian yang dialami oleh manajer ke atas dapat berdampak buruk yang merugikan perusahaan akibat kesalahan pengambilan keputusan karena terjadi distraksi dan stres.
- Pengunduran diri. Perceraian juga dapat berakibat pengunduran diri karyawan. Selain perceraian, perselingkuhan yang terbongkar juga dapat berdampak pada pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat.
Diperkirakan stres yang berhubungan dengan relasi dalam rumah tangga telah menyebabkan kerugian sebesar 300 milyar USD di Amerika Serikat (menurut studi Life Innovations Minneapolis berjudul “Marriage and Family Wellness: Corporate America’s Business?”). Studi yang sama juga mengatakan bahwa perusahaan kehilangan lebih dari 168 jam kerja karyawan dalam 1 tahun setelah perceraian.
Pria yang mengalami perceraian atau perpisahan memiliki resiko depresi 3,3 kali lipat lebih tinggi daripada pria yang tetap bersama pasangannya. Resiko bagi wanita adalah 2,4 kali lipat lebih tinggi daripada yang tidak bercerai. Depresi pasca perceraian ini merupakan masalah hingga 4 tahun setelah berpisah (Statistics Canada, The Daily, May 22, 2007). Studi lain yang dilakukan oleh Grief Recovery Institiute menemukan masalah berkurangnya konsentrasi, pengambilan keputusan yang buruk, distraksi maupun absensi dapat terus berlangsung hingga 2 hingga 5 tahun pasca perpisahan.
Mulai beranjak tingginya jumlah perceraian di Indonesia itu sendiri sebenarnya hanyalah merupakan puncak gunung es dari begitu besarnya jumlah pernikahan yang dijalani ‘tanpa cinta’ laksana zombie saja setiap hari. Hal ini terbukti dari hasil riset yang kami lakukan melalui pembelajarhidup.com. Kami mendapatkan 65% responden dari total 248 responden di Indonesia merasa TIDAK bahagia dengan pasangannya, di mana relasi antara suami dan istri semakin memburuk dengan bertambahnya usia pernikahan mereka.
Berangkat dari data-data di atas, Marriage Academy dan Marriage Coaching merupakan jawaban terhadap masalah pribadi karyawan yang berdampak terhadap kinerja karyawan, kinerja tim dan bahkan keseluruhan perusahaan, karena dengan meningkatkan kesehatan hubungan pasutri, akan membantu mengurangi perselingkuhan dan perceraian yang terjadi. Sesuai dengan tagline kami, “Connect you to your great marriage, great achievements and great life”.
Employee Assistance Program (EAP) versi Pembelajar Hidup
Marriage Academy merupakan workshop yang didesain untuk mengembangkan sekaligus mengembalikan keharmonisan rumah tangga untuk mencegah stres akibat masalah rumah tangga, perselingkuhan dan perceraian yang akan merugikan perusahaan.
Workshop ini interaktif berisi pembahasan mengenai pernikahan yang penuh dengan pemaparan dari penelitian dan sains, yang sangat bermanfaat bagi para karyawan yang telah menikah. Berisi assessment, games, role play untuk latihan komunikasi dan problem solving serta pemulihan hubungan sehingga peserta tidak hanya dibekali secara pengetahuan saja, tetapi juga secara praktis.
Sedangkan marriage coaching merupakan penggunaan ketrampilan coaching yang ditujukan untuk membantu mengubah hubungan pasutri menjadi lebih baik tanpa karyawan merasa dianggap sebagai pesakitan.
Keunggulan Marriage Academy dibandingkan program dukungan keluarga/Employee Assistant Program (EAP) lainnya:
- Marriage Academy bukanlah konseling ataupun terapi. Peserta tidak perlu menceritakan luka-luka dari kejadian masa lalu, tapi diajak untuk memulihkan hubungan dan menatap bagaimana kehidupan rumah tangga yang sehat ke depannya.
- Statistik menunjukkan bahwa 80% pria tidaklah merasa nyaman dengan konseling 1-on-1 konservatif yang biasa dilakukan oleh psikolog ataupun konselor, terlebih karena sebagian besar tenaga kesehatan mental profesional adalah wanita. Data lain mengungkapkan 43% orang tidak ingin diketahui orang bahwa dirinya mencari bantuan kepada psikolog/konselor. Mengikuti workshop yang diikuti semua karyawan/umum akan menolong mereka memperbaiki pernikahan tanpa harus merasa dihakimi.
- Kelas persiapan pernikahan, bimbingan pranikah atau suscatin (kursus calon pengantin) yang dicanangkan pemerintah pada umumnya belum berjalan dengan baik: kurang membahas mengenai hubungan suami dan istri yang sehat dari sudut pandang sains, dan seringkali membosankan sehingga kurang efektif. Marriage Academy menjawab kebutuhan tersebut dengan program yang dapat diikuti oleh orang-orang dari berbagai agama, scientifik tapi tidak melupakan Tuhan, dan berisi asesmen, latihan serta role play yang langsung membantu kesehatan pernikahan secara praktis.
- Penelitian Duncan yang diterbitkan oleh National Council of Family Relations pada 2010 menemukan bahwa kelas pernikahan memiliki dampak lebih besar pada perubahan hubungan antara pria dan wanita daripada konseling maupun workshop yang diadakan secara agama.
Kontak kami untuk informasi lebih lanjut tentang Marriage Academy maupun Marriage Coaching yang ingin diadakan di perusahaan atau komunitas Anda. Hubungi Novi di WA 082110477001