7 Hambatan Ketangguhan

hambatan tangguh

“Ketangguhan bukanlah kemampuan yang dibawa sejak lahir” demikian kata-kata Pak Wiwie Kurnia, Chairman of The Supervisory Board of The Indonesian Financial Service Association. dalam tulisan dukungannya untuk buku saya “Tangguh” yang baru saja diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Umum. Saya rasa perkataan sahabat saya itu sangat akurat menggambarkan apa yang saya temukan tentang ketangguhan yang dimiliki manusia-manusia tangguh.

Baca juga: Tangguh Training Checksheet

Namun ada 7 hambatan yang dapat menghalangi kita untuk Tangguh, yaitu:

1. Mindset yang salah. Segala sesuatu dimulai dari mindset. Sukses atau gagal, selalu dipengaruhi mindset. Demikian juga kemampuan kita mengatasi bencana dan krisis akan sangat dikendalikan oleh mindset kita. Mindset-mindset keliru seperti:

“Semuanya sudah berakhir. Aku sudah habis”

“Tidak ada harapan lagi, semuanya sudah finish”

“Aku tidak dapat melakukan apa pun untuk mengubah nasibku”

“Aku ini selalu sial, tidak pernah ada keberuntungan dalam hidupku”

Melumpuhkan dan membuat kita depresi, yang akhirnya justru akan benar-benar auto terkabul apa-apa yang kita takutkan akan terjadi (self fulfilling prophecy)

2. Kurangnya visi. Bagaimana kita mau berjuang kalau kita tidak ada arah? Bagaimana kita mau memusatkan seluruh kekuatan ketangguhan kita kalau kita tidak tahu apa yang harus dilakukan? Dan kebingungan itu seringkali karena ketiadaan visi. Atau visinya ada, tetapi kurang. Visi yang powerful selalu merupakan visi yang Besar, Berkesan dan Berarti.

  • Besar berarti tidak mudah dicapai
  • Berkesan berarti membuat Anda termotivasi untuk mendapatkannya
  • Berarti berarti berdampak bagi sesama.

 

3. Kurangnya latihan. Jika Anda ingin menjadi tangguh, Anda harus dapat memanfaatkan waktu secara optimal. Saat kita terlalu lelah, ketangguhan kita berkurang. Tetapi kita tidak dapat mengurangi load kerja kita. Yang dapat dilakukan adalah kita melatih diri kita secara spesifik dan sistematis terhadap subskill yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas rutin kita, maka kita akan dapat menggunakan energi kita dengan efisien. Inilah yang disebut dengan deliberate practice.

4. Suka menunda-nunda. Prokrastinasi, bahasa kerennya adalah kebiasaan suka menunda-nunda, atau memilih mengerjakan pekerjaan yang kita sukai dulu baru terakhir kita mengerjakan yang tidak kita sukai. Masalahnya pekerjaan yang kita sukai biasanya adalah pekerjaan yang tidak penting yang tidak memberikan dampak signifikan terhadap kinerja kita. Atau bahkan terkadang kita melewatkan waktu produktif dengan sosial media, atau membaca pesan yang tidak relevan dengan pekerjaan. Kalahkan prokrastinasi, jadwalkan waktu santai Anda di mana Anda boleh berselancar di dunia maya dan bermain sosial media, tetapi waktu lainnya, usahakan tetap fokus.

Cara yang paling ampuh dalam menghadapi prokrastinasi ini adalah dengan aturan 5 menit, seperti pada video ini:

 

5.  Kurangnya relasi dengan orang lain. Kekuatan ketangguhan kita bukan hanya terletak pada diri kita sendiri, tapi seringkali yang terbesar justru berasal dari orang lain, dari lingkaran relasi terdekat kita. Mereka adalah support system terbaik yang kita miliki apabila kita mengerjakan PR relasi kita dengan baik. PR relasi itu apa? Sederhana:

  • Jaga tali silaturahmi dengan kerabat dan teman-teman
  • BNBR (be nice be respectful) selalu ramah dan menghargai pendapat orang lain, walaupun itu konyol atau pun bertentangan dengan kita.
  • The Golden rule: lakukan kepada orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan.

 

6. Enggan untuk belajar. Belajar jalan berhenti kalau kita sudah bisa berlari. Belajar membaca berhenti saat kita mampu menulis. Tetapi pelajaran kehidupan tidak pernah berakhir. Dan dalam menjalaninya, dalam setiap krisis, kita memerlukan berbagai skill baik hardskill maupun softskill yang berbeda. Suka tidak suka, belajar adalah bagian dari kehidupan kita hingga kemampuan ini diambil Tuhan, atau hingga kita bertemu dengan-Nya.

7. Enggan untuk beradaptasiAdapt or die. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi. Mungkin kita tidak nyaman, dan kita takut akan perubahan itu. Tetapi karena tidak ada yang tidak berubah, dan satu-satunya yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri (dan Tuhan tentunya), bagaimana kalau mulai sekarang kita berpikir bahwa perubahan adalah our new normal? dan berpikir bahwa perubahan adalah kenyamanan yang baru kita?

 

Berhenti mengeluh dan mulailah berpeluh.

Saya Deny Hen, salam pembelajar!

Bagaimana pendapat Anda?