Peran Pasangan, Keluarga dan Masyarakat dalam Menyebabkan Perselingkuhan

peran keluarga dalam perselingkuhan

Bicara perselingkuhan memang tidak pernah ada habisnya. Tatkala sepasang suami-istri terkena tragedi perselingkuhan, kita mulai bertanya-tanya siapa yang salah sebenarnya, dan di antara orang-orang yang berkontribusi terhadap kesalahan itu, siapa yang paling bersalah? Seperti pertanyaan pada sosial media ini, yang mendiskusikan apakah dalam sebuah perselingkuhan, pelakor ataukah suami yang paling salah? (Siapa yang lebih salah menurut Anda, pelakor atau suami ?)

Baca juga: 4 Penyebab Perselingkuhan (dan cara mencegahnya)

Mari kita coba periksa, kesalahan-kesalahan apa yang dilakukan mereka yang terlibat perselingkuhan, dan juga orang-orang di sekitar mereka:

  1. Pelakor jelas salah, karena ia mau menjalin hubungan dengan pria yang sudah punya istri. Padahal menjalin hubungan dengan suami orang dari agama mana pun, bahkan orang atheis pun secara etis mengakui itu salah. Tindakan berhubungan intim dengan orang yang bukan suami/istrinya disebut zinah dan menurut sejarah, di beberapa budaya jaman dulu, orang yang berzinah akan dilempar batu sampai mati.
  2. Orang yang berselingkuh jelas salah, karena ia menjalin hubungan yang melampaui batas dengan orang lain. Tidak ada alasan apa pun yang membuat ia layak/boleh melakukan perselingkuhan dengan orang lain. Entah istrinya tidak mau berhubungan intimlah, suaminya kurang perhatianlah, tidak memberi nafkahlah, dst. Dosa ya dosa, perlu diakui dan ditinggalkan. Bahkan jika pasangannya mengijinkan pun, ia tetap saja mengingkari janji nikahnya, komitmen seumur hidup yang ia telah deklarasikan di hadapan banyak saksi dan Tuhan.
  3. Pasangan orang yang berselingkuh juga seringkali turut bersalah (walau tidak selalu), ia kurang memperhatikan suaminya (biasanya pasca kelahiran anak pertama), ia beralasan macam-macam sehingga kebutuhan seksual suaminya tidak terpenuhi, atau suami-suami yang kurang memenuhi kebutuhan kasih sayang dari istrinya atas alasan tekanan pekerjaan demi keuangan keluarga. Ada juga suami yang tidak berjuang untuk menjadi pemimpin yang bijaksana dalam keluarga, sehingga istri tidak bisa memberikan respek yang cukup kepadanya dan beralih ke lain hati. Percaya tidak percaya, lebih banyak perselingkuhan yang disebabkan oleh masalah internal pasutri, daripada sekedar tergoda atau karena suami yang playboy. Logikanya, kalau memang pasangan dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan emosinya, ia tidak akan punya pikiran untuk meninggalkan komitmennya.
  4. Keluarga mungkin turut bersalah karena banyak menuntut istri sehingga ia stress dan tidak mampu memenuhi kebutuhan suaminya. Atasan atau tempat kerjanya mungkin bersalah karena menuntut kinerja terlalu banyak sehingga tidak memberikan ruang bagi suami untuk memiliki work-life balance (simak juga posting berikut: Tips Memiliki Work-Life Balance di Tengah Kesibukan Pekerjaan). Teman-temannya mungkin turut bersalah karena mengajak suami ke tempat maksiat dan sejenisnya. Masyarakat turut bersalah karena menyuburkan budaya perselingkuhan lewat budaya korupsi yang salah satunya adalah gratifikasi seksual.
  5. Media dan film juga turut bersalah karena secara tidak langsung “mempromosikan” gaya hidup perselingkuhan sebagai sesuatu yang “umum” terjadi. Bahkan film-film romantis seringkali memberi excuse untuk tindakan-tindakan ketidaksetiaan sehingga penonton (masyarakat) cenderung lebih membela pelakor/istri yang selingkuh daripada orang yang diselingkuhi. Contoh: Titanic
  6. Saya dan para penasehat pernikahan lain juga turut bersalah karena kurang giat mempromosikan pernikahan yang sehat sehingga banyak orang yang kurang waspada dan jatuh pada perselingkuhan.

 

Kita lihat dari 6 kontributor di atas, jangan-jangan tanpa kita sadari kita juga memiliki andil dalam terjadinya perselingkuhan orang yang kita kenal. Menurut seorang Guru agung yang saya kagumi, “Silakan yang tidak bersalah duluan yang melemparkan batu.” Karena itu saya pun tidak berani melemparkan batu pada orang yang paling bersalah di antara mereka, dan lebih suka membantu orang-orang yang telah mengalaminya untuk mengalami pemulihan dalam pernikahan mereka.

Bagaimana pendapat Anda?