Q: Bagaimana cara menghadapi orang yang ngomong buruk tentang kita?
Jawab Coach Deny Hen:
Gampangnya sih memang dicuekin aja, selesai. Kita menerima kenyataan bahwa sebaik apa pun diri kita, tidak akan mungkin menyenangkan 100% manusia. Lihat tokoh yang kita junjung tinggi dalam agama kita masing-masing, mereka juga tidak bisa mendapatkan dukungan penuh dari 100% manusia kan?
Baca juga: Bagaimana Cara Bijaksana dalam Menyingkapi Kekurangan Kita?
Tapi kalau kita berhenti di sana, kita hanya akan menjadi orang-orang biasa, tidak lebih. Kritik dan omongan negatif dari orang lain justru yang kita butuhkan untuk bisa melompat maju ke depan.
Ada hal-hal lain yang dapat kita lakukan untuk membuat diri kita menjadi semakin hebat:
1. Koreksi diri kita. Memang omongan buruk tentang kita itu tidak pernah menyenangkan. Apalagi kalau dikatakan dengan sewot dan nada bicara yang tinggi (padahal dia tidak tahu apa-apa tentang kita), seperti cara bicara Arteria Dahlan kepada Emil Salim kemarin. Namun demikian, coba kita koreksi diri terlebih dahulu. Membalas omongan negatif tanpa kita mendengarkan dengan seksama apa hal yang menjadi keberatan mereka adalah cara paling cepat untuk bunuh diri di depan publik.
Mungkin saja sebagian besar perkataan orang yang negatif terhadap kita itu salah. Namun kadang-kadang dari 100% bisa jadi ada 20% atau bahkan 10%-nya benar. Nah ini adalah room for improvement bagi diri kita.
2. Cari teman bukan musuh.
Logikanya, tidak ada orang yang begitu saja mengatakan hal-hal yang buruk tentang orang lain, kalau ia tidak punya masalah, entah pribadinya sendiri atau masalah dengan sesuatu yang kita miliki:
- Mereka mungkin tidak menyukai suku/ras kita
- Mungkin mereka tidak menyukai agama yang kita anut
- Atau mungkin tidak menyukai penampilan kita
- Mungkin pendapat kita merugikan dirinya
- Atau mungkin nilai yang kita perjuangkan berlawanan dengan dirinya
Apapun masalahnya, seringkali omongan negatif itu keluar ketika seseorang tidak cukup dekat dengan kita sehingga tidak mampu melihat kebaikan dalam diri kita. Karena itu daripada membantah, atau bersilat lidah, lebih baik kita justru mendekati orang tersebut dan mencoba melihat masalah dari sudut pandangnya. Dengan demikian kita memadamkan bara api yang ada di kepalanya, dan memenangkan orang yang tidak menyukai kita, sekaligus membuat kita menjadi semakin ahli dalam berhubungan dengan orang lain.
Seseorang yang saya kagumi pernah bercerita pengalamannya mendampingi asesor akreditasi perguruan tinggi tempat ia bekerja. Sebut saja namanya bapak A. Ia bercerita bahwa kadang-kadang ada asesor akreditasi yang memandang dirinya tinggi dan merendahkan PTS (perguruan tinggi swasta) yang akan mereka nilai. Kadang asesor itu bersikap kurang ramah dan memandang PT yang akan mereka nilai sebagai objek yang harus mereka temukan kelemahan-kelemahannya. Namun bapak yang saya kagumi ini sangat sabar dan selalu tersenyum kepada para asesor. Suatu ketika, asesor yang ditemui memasang muka yang begitu masam dan sikapnya sangat bermusuhan dengan tim dari perguruan tinggi bapak A. Tetapi Bapak A dengan nada tenang dan humble sambil tersenyum berkata, “Pak, di dunia ini bukannya lebih baik kita mencari teman daripada mencari musuh?” Setelah beliau mengatakan hal tersebut, si bapak asesor berubah sikap dan menjadi jauh lebih lunak. Di akhir hari, mereka bisa berteman dan makan malam bersama dalam suasana akrab dan saling menghormati.
Saya mengagumi Bapak A, karena ia selalu bersikap baik bahkan kepada “musuh” dan berusaha merangkul dan berteman dengan mereka. Kalau bapak A bisa, kita juga bisa mencoba untuk menjadi ramah dengan siapa saja, termasuk orang yang tidak menyukai kita.
Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.