Apakah seorang motivator benar-benar bisa membantu seseorang menjadi lebih baik? Mengapa?

Jawaban singkatnya, motivator scientifically proven Sangat Bisa! Namun pertanyaannya 1. Seberapa kuat motivator bisa memotivasi? 2. Seberapa konsisten perubahan yang terjadi?

Baca juga: Pembalasan Teror Bom ala Motivator

Saya jelaskan dulu kenapa saya katakan secara scientifically proven seorang motivator bisa mempengaruhi dan memotivasi seseorang sehingga berubah menjadi lebih baik.

Beberapa riset kuantitatif yang disimpulkan oleh Colquitt, LePine & Wesson yang termuat dalam buku Organization Behavior (2015) menemukan bahwa motivasi adalah faktor yang berpengaruh pada effort (usaha) yang dilakukan manusia untuk mencapai tujuannya. Effort sendiri menurut Duckworth (2016) dalam bukunya yang sangat terkenal “GRIT”, merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan. Jadi tidak ada perdebatan di sini bahwa motivasi akan berpengaruh pada kesuksesan seseorang.

Angela Duckworth dan bukunya: GRIT

Nah maka kita harus memeriksa apakah kata-kata motivasi dalam seminar-seminar motivator memang bisa mendongrak motivasi seseorang?

Salah satu teori dalam Motivasi adalah expectancy theory dari Vroom (1954) yang mengatakan bahwa salah satu faktor kritis yang menentukan seberapa besar motivasi kita adalah self efficacy. Self Efficacy adalah suatu kepercayaan bahwa diri kita memiliki kemampuan untuk melakukan tugas/pekerjaan yang harus dilakukan, atau dapat dikatakan sebagai rasa PD dalam mengerjakan suatu tugas tertentu. Nah rasa PD ini dapat dihasilkan oleh 4 cara:

  1. Kesuksesan di masa lalu
  2. Dorongan verbal dari orang lain
  3. Pengamatan akan pengalaman sukses orang lain (vicarious experience)
  4. Rasa bangga dan antusias (emotional cues)

Seorang motivator membantu mengembangkan self efficacy ini dengan cara:

  1. Menceritakan kisah sukses mereka (memberikan point no 3)
  2. Menaikkan emosi positif audience, termasuk rasa bangga dan antusias dari para peserta seminar.

Jadi singkatnya seperti ini: Motivator memberikan vicarious experience & emotional cues -> Self Efficacy peserta meningkat -> Motivasi bertambah -> usaha semakin besar -> peluang kesuksesan lebih baik dan lebih cepat dicapai.

Karena itu tidak diragukan lagi secara scientifik, motivator dapat memberikan dampak bagi hidup orang-orang yang mendengarnya.

Namun yang jadi pertanyaan sekarang adalah:

  1. Seberapa kuat motivator memotivasi seseorang? Cukupkah untuk memulai suatu perubahan?
  2. Seberapa konsisten motivasi itu ada dalam dirinya untuk bisa menghasilkan perubahan yang lebih permanen?

Ingat film Captain America, The First Avenger? Dalam film itu diceritakan bagaimana Steve Roger (sebelum menjadi Captain America) dengan badan kerempeng dan sakit-sakitan mendaftar menjadi tentara di beberapa kota untuk ikut berperang di garis depan dalam Perang Dunia II melawan Nazi Jerman.

Kisah ini walaupun fiksi, memberikan suatu pertanyaan penting sehubungan dengan motivasi di sini: Apa yang membuat seorang Steve Roger mau memberikan dirinya untuk ikut mengorbankan nyawanya di medan perang, sekalipun ia bisa menghindarinya, dan sekalipun ia ditolak di berbagai kota?

Steve Roger dalam film Captain America, The First Avenger

Kata yang Anda cari adalah Meaning (Makna hidup). Steve memaknai hidupnya untuk berkorban untuk orang lain. Itu membuatnya rela bersusah payah bahkan mengarungi berbagai kesulitan demi mencapai tujuan hidupnya itu.

Motivator yang berdampak secara kuat tentu saja bukan hanya motivator yang menceritakan keberhasilan dirinya dan menaikkan emosi pendengarnya, tetapi juga motivator yang mampu memberikan meaning bagi apa yang sedang dikerjakan dan diusahakan oleh audiencenya. Karena Meaning selalu adalah motivator terkuat yang bisa Anda miliki dalam hidup Anda.

Tetapi adalah hal yang absurd untuk meyakini bahwa habit kita dapat berubah dengan sekejap, hanya dengan mengikuti seminar beberapa hari saja. Kita mengikuti seminar motivasi, kemudian setelah beberapa saat habit kita kembali dan kita menyalahkan bahwa seminar motivasi tidak berguna.

Motivasi yang diberikan saat seminar memang bisa memberikan perasaan positif dan rasa PD untuk mengerjakan tugas kita, tetapi itu semua sifatnya jangka pendek, hanya sebagai starter saja. Kita memerlukan konsistensi untuk bisa sukses. Di sinilah letaknya kenapa seorang Winner berbeda dengan orang biasa-biasa. Winner bisa mempertahankan motivasinya secara konsisten sehingga memberikan upaya yang jauh lebih besar daripada orang-orang lain pada umumnya secara jangka panjang.

Untuk menjaga konsistensi motivasi dan usaha yang terencana secara sistematis itulah sebabnya mengapa tidak jarang orang yang ingin menjadi pemenang menghire seorang professional coach.

Menurut penelitian Thomas G. Crane (2002) dan penelitian Jane Greene dan Anthony M. Grant (2003), mengikuti seminar maupun training apa pun tanpa diikuti dengan tindak lanjut seperti coaching, hanya memberi dampak perubahan sekitar 22% saja secara jangka panjang. Seperti terlihat pada gambar berikut ini:

parenting coach
tanpa coaching, training memiliki efektifitas yang rendah

Sedangkan dengan coaching, suatu training atau seminar dapat memiliki dampak perubahan sekitar 88%, seperti gambar berikut ini:

parenting coaching
Dengan coaching, dampaknya bisa mencapai 88%

Itulah sebabnya seorang motivator seringkali juga adalah seorang coach. Karena coaching merupakan cara yang lebih efektif dan efisien untuk menjadi seorang yang lebih baik secara lebih permanen. Dan itu juga sebabnya seorang coach tidak dibayar rendah, karena dampak yang ditimbulkan bagi masa depan coachee (sebutan untuk klien coaching) yang jauh melampaui investasi yang dikeluarkannya untuk seorang coach.

Semoga dengan jawaban ini Anda mendapatkan penjelasan yang memadai tentang motivator dan coaching.

Saya Deny Hen, salam pembelajar!

Bagaimana pendapat Anda?