
Saat pertama kali saya belajar tentang bagaimana mengelola stres (Stress management), dalam kelas kami diminta untuk membayangkan suatu tempat yang merupakan surga bagi kami. Suatu Paradise, firdaus di mana kita merasa nyaman, tenang, damai dan bahagia.
Baca juga: Apakah Kebahagiaan dalam Perkawinan itu?
Mendengar kata “surga” maka pikiran logis saya langsung tertuju pada gambaran Surga seperti yang diajarkan oleh para hamba Tuhan dan teolog dalam agama kami. Suatu surga di mana saya akan ketemu semua orang percaya lainnya, bersukacita dengan semua malaikat dan Yesus Kristus sebagai Tuhan yang dalam agama kami digambarkan sebagai sentral dari surga (dalam kitab Wahyu).
Namun saya mengakui, bahwa gambaran itu bukan gambaran yang natural tentang suatu tempat yang saya rasakan sebagai “surga”, karena semua gambaran itu adalah gambaran logis dari apa yang diajarkan dan saya pikirkan. Di mana saya sendiri belum punya kesempatan untuk mencicipi surga yang beneran seperti itu (kalau sudah, tentunya saya tidak akan bisa lagi menuliskan artikel blog ini ? )
Maka pikiran saya pun beralih kepada tempat real yang pernah saya rasakan di mana yang saya merasa tenang, dan bahagia…

Ada orang yang menggambarkan tempat tersebut sebagai pantai, dengan pasir putih dan ombak yang tenang, sedikit-sedikit membasahi jari-jari kaki telanjangnya yang sedang berjalan pelan-pelan di tepi pantai. Ada juga yang menggambarkannya sebagai suasana hutan alami, dengan suara-suara burung, jangkrik, maupun serangga lainnya dengan udara begitu fresh dan bersih, di mana mereka berjalan bersama teman-teman mereka.
Tapi Paradise yang muncul pertama dalam benak saya adalah ruang tamu apartemen kecil kami. Saya masih berusaha berpikir keras mengganti tempat tersebut dengan tempat di mana saya sangat menikmati, apakah di pantai seperti Pangandaran? Suasana gunung seperti di puncak atau di Lembang Bandung? Atau di luar negri?
Namun pikiran saya kembali mengingat ruang tamu di apartemen kecil kami. Di ruang tamu yang kecil itu, saya bersama istri dan kedua anak saya yang masih kecil bersama-sama sering menghabiskan waktu bersama. Saya ingat kami suka main monopoli. Saya membayangkan kedua anak-anak saya tertawa riang karena mereka memiliki banyak rumah, sedangkan kedua orang tuanya minim properti. Namun saya dan istri saya pun tertawa-tawa sambil membayar denda karena pion kami singgah di salah satu rumah properti anak-anak kami. Mainan sederhana tanpa gadget atau wifi, tidak keluar uang banyak, namun kami sekeluarga menikmati so much fun!

Setelah sesi itu saya menyadari, bahwa keluarga (home) saya, tidak perduli seberapa besar atau kecilnya rumah (house) yang kami miliki memang adalah surga di bumi bagi saya.
Bapak/ibu yang saya hormati, keluarga kami sama seperti keluarga Anda semua tidaklah sempurna. Keluarga kami juga suka berantem, dan keluarga kami juga tidak memiliki penghasilan yang fantastis. Namun saat kita menyediakan waktu yang cukup untuk keluarga kita, dan memprioritaskan hubungan pernikahan kita, rumah kita akan menjadi sangat nyaman untuk ditempati dan menjadi surga di bumi ini.
Pertanyaannya sekarang, di mana “surga” Anda saat ini?
Saya Deny Hen, salam pembelajar!

Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.