Seorang teman saya berkata, “Kalau tahu nikah itu seperti ini, saya sangat menyesal.”
“Kenapa?” tanya saya.
“Saya nyesel kenapa nggak dari dulu nikahnya!” demikian ujarnya.
Pernikahan itu menyenangkan loh! Asli! Saya tidak berbohong sama sekali. Asal tidak salah pilih orang dan diri kita sendiri punya kualitas pribadi yang luhur dan matang. Asal kita sudah mandiri dan kita mau belajar bagaimana pernikahan yang sehat itu diusahakan.
Baca juga: Apakah Saya Sudah Siap Nikah?
Jadi tidaklah selalu benar bahwa lebih baik nikmati dulu masa muda sebelum menikah. Karena pemikiran ini seringkali datangnya dari pandangan bahwa setelah menikah itu penderitaan. Namun demikian memang benar ada banyak hal yang menjadi terbatas setelah menikah. Tetapi keterbatasan itu tergantikan dengan kebahagiaan dari cara yang baru yang juga tidak bisa dinikmati sebelum menikah.
Maka setidaknya pertimbangkan hal-hal ini untuk memutuskan apakah akan buru-buru nikah, ataukah justru untuk jangan cepat-cepat mau menikah:
1. Usia
Kalau masih muda di bawah 25 masih perlu waktu dan kesempatan sebanyak-banyaknya untuk berkembang dan menikmati relasi tidak ekslusif dengan teman-temannya. Jadi tidak perlu buru-buru berpikir untuk menikah. Namun di atas 22 sudah bolehlah untuk mulai berpikir untuk mencari jodoh.
2. Kualitas dan kematangan individu
Kalau belum cukup matang dan kualitas diri masih kurang, perlu banyak pengembangan diri dan pendewasaan karakter. Anda akan sangat membutuhkannya setelah menikah dan untuk perkembangan karir Anda kelak. Sedangkan setelah punya pasangan khususnya anak, kita lebih terbatas untuk bisa bergerak mencari pengalaman dan pengembangan diri. Kita akan terbatas oleh tempat tinggal (karena akan berat jika harus LDR), terbatas dari sisi waktu (ada pasangan atau anak yang harus kita berikan waktu dan perhatian).
Individu yang karakternya bermasalah adalah salah satu sumber konflik di dalam rumah tangga. Jadi kalau memang belum siap untuk berubah dalam hal karakter dan masih ingin bertindak sekehendak hati, sebaiknya lupakan saja pernikahan. Pacaran pun sebaiknya jangan, karena hanya akan melukai perasaan orang lain saja.
3. Apakah sedang menjalin hubungan?
Kalau sudah punya pacar, sudah berapa lama pacarannya? Bagaimana hubungan Anda berdua? Jangan buru-buru nikah hanya karena kita merasa sudah cocok dan cinta banget kalau belum melewati dua tahun pacaran. Dua tahun itu masa-masa hormon “cinta” masih kenceng-kencengnya jadi hubungan Anda dan pasangan masih belum bisa objektif dan belum mapan. Berikan waktu dulu untuk bisa melihat juga sisi gelap pasangan, dan beradaptasi dengan hal itu (kalau masih dapat ditoleransi) atau sebaiknya jangan lanjutkan kalau sisi gelapnya ternyata toxic dan berbahaya bagi Anda.
Sebaliknya kalau sudah pacaran lama misalnya sudah 3 tahun ke atas, kasihan juga anak orang dianggurin lama-lama. Seorang pria gentleman harus bisa mengambil keputusan yang tegas mau dinikahi atau mau disudahi, jangan status quo. Masalah-masalah seperti finansial dan yang lainnya sebenarnya masih bisa negosiasikan belakangan (kecuali kalau pekerjaannya belum stabil). Dan sebaliknya di sisi wanita juga perlu mempertanyakan kelanjutan hubungan itu, jangan hanya diam saja menunggu nasib. Lalu berikan batas waktu sama si pria untuk memutuskan. Lewat dari itu, jangan buang waktu, cari lagi pacar yang lain karena sebaik-baiknya dia, berarti entah dia tidak serius, tidak tegas, atau tidak berani melangkah. Padahal Anda butuh sosok pria yang mampu menjadi pemimpin dalam pernikahan Anda kelak.
Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.