
Salah satu kebutuhan emosional wanita yang utama adalah kebutuhan untuk percakapan intim. Percakapan intim ini yang suka disebut deep talk. Tapi apa hal-hal yang seringkali membuat pasangan kita malas untuk bercakap-cakap intim dengan kita?
Baca juga: PASANGAN: Teknik Komunikasi yang Menyenangkan Pasutri
Sebelum menjawab hal ini, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu bahwa komunikasi sendiri ada 4 tingkat:
- Percakapan klise: percakapan basa-basi seperti, “Apa kabar?” atau “Sudah makan belum?”, “Bagaimana keluarga, sehat?”
- Informasi dan data: membicarakan tentang suatu objek di luar diri kita, tentang informasi dan data tentang suatu hal. Misalnya, pengidap covid sudah mencapai 1 juta orang, atau kemarin ada dentuman besar terdengar di Jakarta, dll.
- Mengemukakan pendapat: memberikan pendapat tentang sesuatu. Di tingkat ini, kita sudah memiliki potensi untuk didebat, dikritik dsb, karena kita sudah mulai menyampaikan pendapat logis dan sudut pandang kita. Misalnya, “Menurut saya pemerintah terlalu lamban menangani virus ini”, atau “Menurut saya sekolah di rumah itu tidak efektif.”
- Percakapan dari hati ke hati: kita bukan hanya memberikan pendapat, tetapi juga apa yang kita rasakan tentang suatu hal. Kita juga membuka diri kita untuk dibaca orang lain, menyampaikan hal-hal yang hanya kita sendiri yang tahu, dan pemikiran-pemikiran terdalam kita.
Nah, percakapan pasangan yang baik adalah percakapan dua sahabat yang mencapai tahap keempat. Pasangan yang mampu bercakap-cakap hingga ke tahap ini, apalagi membuka dirinya, transparan menceritakan semua pikiran dan perasaannya satu sama lain sedang membangun hubungan cinta yang sangat kokoh untuk pernikahan mereka.
Sebenarnya bukan hanya wanita yang membutuhkan percakapan seperti ini. Pria juga. Kita harus menghindari diri dari klise bahwa hanya wanita yang membutuhkan. Beda pada pria dan wanita terletak pada kadar dan cara penyampaiannya. Selain itu wanita umumnya membutuhkan hal tersebut sebagai kebutuhan esensial yang menambah tabungan cintanya kepada sang pria secara signifikan, sedangkan bagi pria seringkali lebih kepada untuk memecahkan masalahnya, atau meredakan kepenatannya.
Yang perlu diketahui adalah hal-hal apa yang membuat percakapan intim atau deep talk seperti ini jadi berantakan, dan membuat pasangan kita malas bicara dari hati ke hati dengan kita?
5 Hal Yang Membuat Percakapan Intim Berantakan
1. Berusaha memecahkan masalahnya. Saat seseorang berbagi masalahnya, tahan memberikan saran kecuali jika ia memintanya. Memberikan saran adalah cara yang tercepat untuk menghentikan percakapan deep talk. Sebaliknya, coba membantu dengan bertanya, mencoba memahami apa yang dialaminya dan apa yang dirasakannya. Memberikan telinga hati kita untuk mendengarkan sungguh-sungguh sudah menyelesaikan sebagian besar dari masalah yang ia alami.
2. Memberikan judgement, apalagi kalau judgementnya dilakukan dengan tidak respek, misalnya berupa mengkuliahi, merendahkan, menertawakan atau menghina.
3. Marah. Memulai dengan nada marah akan menutup pembicaraan selanjutnya. Bila kita meresponi curhat pasangan dengan marah juga langsung akan menutup pintu keterbukaan pasangan. Kita perlu tetap menghargai sikap jujur dan terbuka dan berpikir bahwa keterbukaannya itu memiliki arti bahwa ia ingin menyelesaikan masalahnya dengan Anda dan ingin lebih intim lagi dengan Anda.
4. Mengungkit-ungkit kesalahan. Tidak perlu dijelaskan lagi, ini merupakan hal yang tabu dalam percakapan. Apa yang sudah terjadi, apalagi yang sudah diselesaikan hendaknya tidak perlu lagi dikatakan berulang-ulang.
5. Membuka diri terlalu dalam terlalu cepat. Jujur itu mandatory, terbuka itu keren abis, tetapi keterbukaan itu membutuhkan waktu. Anda tidak bisa begitu saja mengatakan “Saya ingin menikah denganmu” kepada wanita yang baru dikenal, sekalipun Anda memang sangat menginginkannya. Anda juga tidak bisa mengatakan, “Saya pernah melakukan hubungan intim dengan pacar saya yang dulu” kepada orang yang baru saja menjadi kekasih Anda.
Keterbukaan itu harus berjalan sesuai dengan komitmen yang terjadi dengan pasangan kita. Saat komitmen kita masih teman, kita tidak mungkin terlalu terbuka tentang kondisi keuangan kita. Saat menjadi pacar, kita baru membuka hal-hal rahasia tentang diri kita itu pelan-pelan. Saat sudah memutuskan untuk menikah, barulah segala hal tentang diri kita itu harus dibuka selebar-lebarnya agar keduanya dapat memutuskan apakah mau melanjutkan ke pelaminan atau tidak.
Satu hal lagi yang kadangkala terbalik: keterbukaan diri harus mendahului keterbukaan fisik. Jadi mengenal dulu bagian dalamnya (hatinya, keluarganya, dll) baru setelah menikah Anda boleh terbuka (baca: telanjang) secara fisik kepada pasangan Anda. Jangan malah terbalik: telanjang dulu di depan pasangan, baru kemudian mengenal secara mendalam tentang pasangan kita. Walau menurut film-film barat itu enak, tapi itu mitos karena telanjang sebelum waktunya faktanya sangat merugikan diri sendiri dalam berbagai hal.

Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.