Hari-hari terakhir ini rakyat Indonesia dihebohkan oleh berita bahwa salah seorang aktivis kemanusiaan, Ratna Sarumpaet yang melakukan kebohongan besar kepada publik. Ia mengaku bahwa dirinya dipukuli 3 orang pria di Bandung pada tanggal 21 September yang lalu, padahal kebenarannya adalah ia menjalani operasi sedot lemak di wajahnya di sebuah Rumah Sakit Kecantikan di Jakarta.
Ratna Sarumpaet yang sama pernah mengatakan pada salah satu episode ILC (Indonesia Lawyers Club), bahwa seseorang yang sudah terbiasa berbohong akan tidak tahu lagi mana yang bohong mana yang tidak bohong. Ini juga yang akan terjadi pada suami-suami atau istri-istri yang berbohong untuk menutupi perselingkuhan mereka.
Baca juga: Ciri-Ciri Selingkuh dan Bagaimana Mencegahnya
Dalam banyak kasus perselingkuhan, terutama yang terkena pada orang-orang yang baik-baik (bukan tukang main perempuan/lelaki), seringkali mereka menjadi seorang pembohong, sekalipun sebelumnya mereka tidak mempunyai kebiasaan berbohong.
Perselingkuhan memang seperti candu yang kuat, yang membuat orang-orang yang “baik-baik” ini mengkompromikan standar-standar moral yang dimilikinya demi mempertahankan perselingkuhannya.
Jika ada di antara pembaca yang pernah memiliki teman atau kerabat yang kecanduan narkoba, tentu mengetahui kalau kecanduan narkoba patut dicurigai kepada seseorang yang sering berbohong dan ketika uang atau barang-barang di rumah tiba-tiba lenyap dicuri orang. Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang yang selingkuh. Tak aneh kalau selingkuh itu gejalanya memang mirip dengan orang yang kecanduan.
Kebohongan demi kebohongan harus dilakukan untuk menutupi kesenangan yang haram yang dilakukannya. Kalau tidak bertemu dengan WIL atau PIL (wanita atau pria idaman lain), rasanya seperti orang sakau. Walau ia sadar bahwa ia sedang melakukan dosa, tetapi daya tarik dan daya pikat kekasih gelap itu begitu kuat sehingga membuatnya kembali berbohong dan berbohong lagi.
Orang yang berbohong terlalu banyak, akhirnya akan lupa hal-hal apa saja yang ia berbohong, dan juga bisa melupakan isi kebohongan yang sudah diceritakannya. Ini membuat dirinya kehilangan konsistensi dalam menceritakan suatu kejadian. Misalnya Minggu lalu ia berbohong dengan mengatakan pergi belanja di pasar. Tapi minggu ini ia berbohong pergi dengan teman kantornya yang bernama X. Kalau minggu depan ditanyakan, bisa jadi ia lupa dan akan berbohong dengan mengatakan pergi dengan Y.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka ia melakukan kebohongan berikutnya, yaitu dengan senjata ampuh “LUPA”. Orang-orang yang berbohong untuk selingkuh, akhirnya juga kena penyakit lupa, yang terkadang sampai melupakan apa yang sudah dilakukannya kemarin malam.
Isi kebohongan yang dilakukan bisa seputar dengan siapa ia pergi, jam berapa dan ada di mana, namun tidak jarang juga berbohong dalam pengeluaran uang. Sama seperti dulu kita pacaran, butuh uang untuk kencan bukan? Maka sebenarnya salah satu cara untuk mengungkap suatu perselingkuhan adalah dengan memantau pengeluaran uang.
Bagaimana caranya supaya kita terhindar dari jerat kebohongan dan perselingkuhan?
Sayangnya tidak ada cara lain untuk menghindari diri kita dari kebohongan dan perselingkuhan selain dengan mengembangkan budaya yang jujur dan terbuka dengan pasangan kita.
Mendengar bahwa pasangan suami istri yang sehat itu adalah pasangan yang selalu jujur dan terbuka dengan pasangannya, banyak suami/istri yang keberatan. Mereka merasa sekalipun pernikahan mempersatukan mereka, tetapi bukankah seharusnya mereka tetap memiliki privasi?
Privasi memang menyenangkan bagi mereka yang memilikinya, tapi dalam pernikahan privasi tidak pernah menyenangkan bagi pasangannya. Privasi membuat adanya ruangan dalam rumah hati kita yang tertutup bagi pasangan kita. Dan sebagaimana ia berusaha keras untuk ingin mengenal kita lebih dalam, pintu ruang gelap itu selalu tertutup baginya, dan hal itu bisa menimbulkan frustasi.
Privasi tidak bisa membuat hubungan menjadi lebih baik. Sebaliknya, keberanian untuk transparan apa adanya kepada pasangan, bukan hanya melindungi kita dari ancaman perselingkuhan, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya antara suami dan istri. Rasa percaya adalah tiang beton dari suatu pernikahan. Merusak kepercayaan dalam cinta akan meruntuhkan bangunan rumah tangga kita.
Maka selalu jujur dan terbukalah pada pasangan, khususnya dalam hal-hal berikut:
- Perasaan/emosi kita
- History / masa lalu kita
- Finansial / penggunaan uang kita
- Masa kini, yaitu hal-hal yang terjadi hari-hari ini
- Keputusan dan rencana-rencana kita
Bagi sebagian dari Anda, hal ini tidak natural dan mungkin terasa asing. Tetapi percayalah, pernikahan Anda justru akan diperkaya dengan kejujuran, bukannya terancam olehnya. Karena,
Kejujuran adalah tanda dari respek kita terhadap pasangan kita.
Saya Deny Hen, Salam Pembelajar!
Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.