Kebahagiaan Itu Mewah

bahagia itu mewah

Tergelitik dengan pertanyaan dan jawaban dari teman-teman akan pertanyaan:

Mengapa orang dahulu mengatakan “uang tidak bisa membeli kebahagiaan” padahal di zaman modern ini hampir semua kebahagiaan selalu memerlukan uang?

Saya ingin ikut nimbrung dalam urusan kebahagiaan vs kekayaan ini. Bagi saya kebahagiaan itu mewah.

Baca juga: Komitmen Pernikahan Lebih Penting daripada Kebahagiaan Anda

Bahkan Prof psikologi yang bukunya saya baca pun menuliskan dengan jelas bahwa money indeed can buy happiness, dan dia mengutip penelitian dari Blanchflower dan Oswald tahun 2011(https://www.nber.org/papers/w16668.pdf) yang menunjukkan bahwa untuk setiap $ 1000 peningkatan income, memberikan kontribusi pada peningkatan kebahagiaan sebanyak 0.00246 unit.

Masalahnya adalah kebahagiaan yang diukur adalah kebahagiaan umum yang ditanyakan dalam pertanyaan:

“Taken all together, how would you say things are these days: would you say that you are very happy, pretty happy, or not too happy?”

Padahal kebahagiaan itu cukup kompleks untuk ditanyakan dengan satu pertanyaan saja. Buktinya dalam jurnal yang sama, penulis mengungkapkan bahwa dulu orang menggunakan mobil Ford, dan sekarang Lexus, tapi kebahagiaannya tetap saja sama. Demikian juga GDP negara yang meningkat tetapi kebahagiaan rakyat ternyata tidak terlalu meningkat.

Mengacu kepada teori Two Factors Herzberg, uang disebut sebagai hygiene factor, yaitu faktor yang kalau dihilangkan menimbulkan ketidakpuasan, tetapi kalau dipenuhi hanya memberikan suatu kepuasan di level tertentu, tidak lebih dari itu.

Pernah dengar tentang paradoks kebahagiaan? Paradoks kebahagiaan mengatakan justru orang yang mengejar kebahagiaan, akan kehilangan kebahagiaan itu. Bukti sederhananya adalah cobalah Anda memutar musik kesayangan Anda, tapi saat Anda memutarnya kali ini cobalah untuk selalu berusaha untuk mendapatkan kesenangan….

Kali ini Anda justru akan mendapatkan bahwa Anda kurang menikmati musik itu dari sebelumnya. Karena kini Anda mengharapkan suatu kesenangan tertentu, dan terus berupaya memperolehnya, padahal kesenangan itu sebenarnya akan datang sendiri ketika Anda memutarkan musik tersebut, tanpa memikirkan khusus untuk mendapatkan kebahagiaan.

Dari sisi lain, manusia justru mendapatkan kebahagiaan yang lebih tinggi tingkatannya ketika manusia melakukan hal-hal yang merugikan dan tidak fun, misalnya:

  1. Mengeluarkan uang (walau pendapatan kita pas-pasan) untuk menolong orang yang sangat membutuhkan
  2. Mengeluarkan waktu dan tenaga untuk melayani orang lain
  3. Berkorban demi orang lain atau demi bangsa dan negara, atau untuk Tuhan yang diyakini.

Yang ingin saya tuliskan adalah, uang memang bisa membeli beberapa jenis kebahagiaan tertentu, tapi cukup sampai di sana, ada suatu titik jenuh, bahkan kehilangan makna jika kita berhenti di sana. Kebahagiaan itu bukan satu jenis benda tunggal, dan sebagian kebahagiaan lainnya tidak dapat dibeli dengan uang. Kalau memang uang dapat membeli kebahagiaan, tentunya kebahagiaan adalah hanya milik orang-orang yang kaya, tetapi kenyataannya tidak demikian bukan?

Hal-hal yang dibutuhkan untuk mendapatkan kebahagiaan jenis lainnya itu justru jauh lebih malah daripada uang. Untuk mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahan misalnya, kita harus mendedikasikan diri kita kepada pasangan kita (baca juga: Apakah benar dalam pernikahan cinta itu hanya bertahan 5 tahun dan selebihnya merupakan menjaga komitmen?). Tidak berlebihan jika saya katakan “bahagia itu mewah” bukan?

Bahagia itu sederhana, tetapi tidak punya uang juga menyulitkan Anda untuk bahagia.