Festival Entrepreneur Indonesia 2017 baru saja berakhir tanggal 16 Agustus yang lalu, dan kami para coaches pulang dengan tersenyum dan hati yang puas. Memang masih begitu banyak kekurangan dan keterbatasan baik dari panitia maupun dari kami sebagai pendukung acara ini. Tetapi bagi saya pribadi sebagai coach, ketidaknyamanan-ketidaknyamanan yang terjadi – misalnya kami para coaches yang tidak diberi lunch bahkan air minum (wow…) -ketidaknyamanan itu terbayar rasanya tatkala kami melihat adanya senyum sumringah yang muncul di wajah para UMKM setelah sesi coaching.
Kenapa? Karena kami baru saja membantu begitu banyak UKM (singkatan resmi sekarang sudah ditambahkan huruf “M” = Mikro sehingga menjadi UMKM= Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di seluruh Indonesia untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi dan take one step ahead.
Baca juga: Ikut Coaching, Bukan Konseling Kalau Kondisi Anda Seperti Ini
Dari pengalaman saya membantu para UKM melalui coaching, seperti pada umumnya para entrepreneur yang mulai berbisnis, mereka mengalami kegalauan-kegalauan tertentu.
Kegalauan Para UKM Entrepreneur
Ketika kita menjadi seorang karyawan, apalagi karyawan level menengah ke bawah, kita bukanlah penentu kelangsungan hidup perusahaan kita. Semua keputusan berada pada top manajemen, dan seringkali top manajemennya adalah owner bisnisnya itu sendiri (kecuali perusahaan besar).
Kita bukanlah seseorang yang memiliki begitu banyak pilihan keputusan untuk diambil, karena sebagai seorang karyawan, kita seperti sebuah lokomotif kereta yang sudah diberi rel oleh top manajemen. Pilihan keputusan kita terbatas dengan konstrain-konstrain (batasan) dari manajemen.
Berbeda halnya dengan top manajemen, mereka seperti mobil yang bisa mengambil jalan mana saja untuk mencapai tujuan mereka. Nah, seorang owner UKM juga dianugerahkan kuasa untuk memilih satu dari puluhan atau ratusan pilihan jalan untuk bisnis mereka. Dan celakanya mereka tidak punya GPS, mereka tidak punya Google Map, bahkan yang mereka miliki cuma lampu mobil yang hanya mampu menyinari beberapa puluh meter ke depan. Mereka tidak tahu jalan mana yang bisa menuntun mereka ke pintu kesuksesan.
Ini membuat hati mereka galau bukan main. Kegalauan-kegalauan itu misalnya:
- Dapatkah bisnis saya memberikan pendapatan yang layak?
- Apa langkah selanjutnya yang harus saya ambil?
- Darimana saya mendapatkan modal tambahan?
- Dapatkah saya membayar hutang saya (yang saya pinjam untuk modal usaha)?
- Saya stuck dalam bisnis ini, apakah saya harus melanjutkan bisnis ini? ataukah saya harus segera switch ke plan B (balik lagi jadi karyawan)?
- Apakah bisnis ini adalah yang terbaik untuk saya jalani? Atau apakah saya bisa lebih maksimal kalau coba yang lain?
- Dapatkah saya mempercayai rekan bisnis saya?
- Bagaimana mendapatkan dukungan dari keluarga?
Yang menarik adalah ternyata memang manusia itu kompleks sekali, sehingga bukan hanya dimensi bisnis yang menjadi kegalauan mereka. Seperti contoh di atas, ada pula dimensi-dimensi humanis seperti dukungan keluarga dan pemikiran mengenai visi hidup mereka.
Owner UKM tidak hanya membutuhkan dukungan bisnis maupun teknis saja, tetapi juga membutuhkan motivasi, dukungan moril, disiplin dan pengendalian diri/emosi. Di sinilah seorang coach memiliki keunggulan dibandingkan konsultan/mentor bisnis untuk menolong mereka.
UKM Needs Coaches
Saya sangat setuju dengan pemaparan Pak Rendy Saputra yang membawakan tentang Business Language di hari kedua, bahwa UKM sulit mendapatkan akses pendanaan dari Bank karena begitu banyaknya persyaratan dan batasan yang tidak mungkin diikuti oleh UMKM Indonesia pada umumnya. Namun sedih beribu sedih, sayangnya akses yang sulit diperoleh oleh para UKM bukan cuma akses terhadap modal saja, tetapi juga akses terhadap:
- SDM yang berkualitas
- Networking yang memadai
- Informasi-informasi penting yang dapat menghemat cost dan memberikan peluang-peluang untuk bisa naik kelas
- Coach yang membantu mereka untuk menjadi PEMENANG dalam bisnis mereka
Kalau mau jujur, berapa banyak sih UKM yang pernah dengar tentang coaching?
Berapa banyak dari yang sudah denger itu yang mengerti tentang coaching?
Kalau sudah mengerti pentingnya memiliki coaching, berapa banyak UKM yang bisa mengakses (baca: berani membayar) coach untuk membantu mereka mencapai target mereka?
Sedangkan para perusahaan besar, bukan hanya memiliki akses modal yang (hampir) tidak terbatas, tetapi mereka sudah mendapatkan informasi dan pengertian yang cukup mengenai coaching. Mereka bahkan membayar coach jutaan rupiah perjam agar manajer-manajer mereka (ya betul, bukan hanya top manajemen, tetapi manajer middle juga) dicoach secara rutin.
Bagaimana para pelaku UKM ini bisa memenangkan persaingan?
Maka forum seperti FEI ini begitu penting. Festival coaching yang telah diadakan perlu ditingkatkan lagi. Dengar-dengar Festival serupa akan kembali diadakan tahun depan (mari berdoa supaya hal ini bisa beneran terjadi).
Pembelajar Hidup & UKM
Bagaimana dengan saya sebagai Life Coach? Memang passion sejatinya saya sebenarnya adalah Life Coaching. Yaitu membantu personal-personal, individu-individu dalam melalui berbagai fase hidupnya (sekolah – kerja – menikah – menjadi orang tua) agar memiliki hidup yang meaningful (memiliki arah hidup, keluarga yang harmonis, mendidik anak dengan baik dan benar).
Baca juga: Sukses dalam Karir dan Sukses dalam Bahtera Keluarga dengan Coaching
Namun kredensial saya sebagai certified coach (aliran ICF), certified digital marketer dan sebagai salah seorang dosen peneliti e-business dari Universitas Bunda Mulia, membawa saya kepada semangat dan nafas yang sama dengan rekan-rekan coach lain yang bergabung di FEI 2017: BERSATU MENGUATKAN UMKM INDONESIA.
Because all Indonesian SME deserve a meaningful Income 🙂
Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.