
“Segala hal yang Anda ketahui tentang stres adalah keliru,” demikian ujar Dr. James E. Loehr, Psikolog olah raga ternama. Di era revolusi industri 4.0 ini, siapa yang belum pernah mengalami stres? Pria ataupun wanita, tua, muda, kaya maupun miskin, semua tidak kebal terhadap wabah stres yang sekalipun tidak menular, tapi telah menjadi epidemi di seluruh dunia. Sebuah survey pada tahun 2018 di 23 negara menunjukkan bahwa 86% dari 14 ribu responden mengalami stres. Dalam hal ini Indonesia sedikit lebih beruntung, karena dari survey yang sama, diperkirakan hanya 75% dari populasinya yang mengalami stres.
Baca juga: Tangguh Training Checksheet
Stres memberikan dampak langsung secara fisik dan psikologis, di antaranya: insomia, sakit otot, keletihan, membuat sistem imun kita lemah (mudah sakit), sakit maag, kehilangan gairah seks, mudah marah, merasa gelisah, dan lain-lain. Stres dalam hidup kita dapat membuat karir kita terhambat.
Eleanor Hudson, perenang muda Inggris urutan ketiga di negrinya, harus menyerah dan menghentikan karir renangnya setelah latihan yang begitu berat tidak mampu lagi ditahannya. Setiap hari Hudson harus berenang sebanyak 4 hingga 5 jam, dan dalam seminggu ia ditarget untuk berenang sejauh 70 km. Latihannya yang luar biasa ini memang telah membawanya ke puncak kejayaannya, sekaligus juga membuatnya berhenti menjadi atlit renang.
Hudson tidak sanggup menanggung stres yang berat dari latihannya. Ia berhenti pada usia 16 tahun, setelah berulang kali ia tertidur di kelas. “Kalau kamu tidak merasa sakit, itu artinya kamu harus latihan lebih keras dan harus melakukannya lebih baik lagi,” katanya waktu diwawancara pada tahun 2008, mengenang penderitaannya ketika masih menjadi atlit renang.
Di satu pihak, stres merugikan kita, namun di pihak lainnya justru stres juga yang membuat manusia berkembang. Tengok Eko Yuli Irawan, atlit angkat besi no 1 Indonesia, pencetak rekor dunia angkat besi tahun 2018, dan peraih mendali emas Asian Games di tahun yang sama. Untuk meraih keberhasilannya, tiap hari ia juga harus menjalani latihan yang cukup berat paling tidak 5 jam.
Prinsipnya sederhana, waktu otot manusia dilatih beban, ia akan rusak. Tetapi kemudian tubuh kita akan menggantinya dengan otot yang baru yang lebih kuat. Setiap kali kita latihan beban, otot kita rusak dan diganti lagi dengan yang lebih kuat, terus demikian, maka barulah seorang Eko Yuli memiliki otot yang kuat untuk mengangkat bobot lebih dari dua kali lipat berat tubuhnya. Hal yang sama berlaku dalam dunia psikologis. Kita membutuhkan stres untuk bisa menjadi lebih kuat dari sebelumnya, dan meraih kesuksesan.
Jadi masalahnya bukanlah terletak pada stres. Riset menunjukkan bahwa ada relasi berbentuk U terbalik antara stres/tekanan dengan kinerja seperti pada grafik di bawah ini:
Kita membutuhkan stres dalam kadar tertentu untuk menghasilkan kinerja maksimal kita. Namun jika tekanan yang kita alami semakin kuat dan semakin besar, kita akan melampaui area kinerja terbaik kita dan mulai masuk pada keterpurukan kinerja.
Sukses dan gagal, keduanya karena stres. Perbedaannya terletak pada apakah kita cukup tangguh untuk menerima stres yang harus kita pikul untuk sukses?
Apa itu TANGGUH?
Tangguh adalah mental yang kuat, serta tabah dan tahan dalam penderitaan dan kesulitan. Arti kata menurut KBBI ini cukup mudah dipahami. A.P.A. menggunakan kata resilience yang didefinisikan sebagai proses beradaptasi dengan baik dalam menghadapi kesulitan, trauma, tragedi, ancaman dan sumber stres yang berat, sebagai alternatif yang mendefinisikan kata TANGGUH dengan baik.
Definisi dari A.P.A. ini sangat tepat karena menyiratkan bahwa kesulitan, trauma, tragedi, ancaman dan sumber stres (stressor) yang berat ini seringkali tidak dapat kita hindari sebagai manusia. Kita hanya dapat berespon terhadap stresor tersebut, dan kita harus berespon dengan tepat agar kita tidak dikalahkan oleh stres.
Tekanan dalam dunia bisnis dan karir kita tidaklah dapat kita kurangi atau kita hindari. Hal ini persis seperti apa yang dikatakan oleh psikolog atlit yang ternama James E. Loehr, “In today’s corporate world, you either perform to the MAX or don’t play” (dalam dunia bisnis hari ini, Anda harus memberikan kinerja yang MAKSIMAL, atau Anda tidak dapat main di dalamnya). Kita hanya bisa menaikkan kapasitas diri kita untuk menangani stres, atau dengan kata lain, menaikkan kemampuan kita untuk TANGGUH.
Mari kita lihat kembali grafik U terbalik antara kinerja dengan tekanan di halaman sebelumnya. Saat seseorang menjadi lebih tangguh, ia memperlebar wilayah kinerja terbaiknya, sehingga penambahan tekanan yang signifikan belum membuatnya terjatuh dalam keterpurukan kinerja. Maka grafiknya pun akan berubah menjadi seperti ini:
Sebelumnya, kemampuan untuk memberikan kinerja terbaiknya berada saat tekanan masih belum mencapai titik A. Saat ia meningkatkan kemampuannya untuk tangguh, kemampuannya menerima tekanan sebelum mencapai titik kinerja yang buruknya pindah ke titik B. A ke B adalah penambahan tekanan yang masih sanggup ia terima sebelum kinerjanya terpuruk. Grafik U terbaliknya pun meningkat menjadi lebih lebar seperti pada gambar.
Dengan meningkatkan kapasitas kita untuk tangguh, kita lebih mampu survive dalam menghadapi tekanan demi tekanan yang mau tidak mau kita hadapi sebagai manusia modern. Mengalahkan tekanan dan bukan dihancurkan oleh cobaan, adalah kunci keberhasilan. Karena itu saya tidak menemukan kata-kata yang lebih tepat yang dapat mewakili selain kata-kata berikut:
Tangguh adalah keniscayaan, menyerah bukanlah pilihan.
Saya Deny Hen, salam pembelajar!
NB: artikel ini diambil dari kata pengantar dalam buku “TANGGUH, 4 rahasia yang jadikan Anda tak terkalahkan“, yang ditulis oleh Coach Deny Hen, diterbitkan oleh Gramedia.


Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.