Beberapa Kesalahan Orang Tua dalam Mendidik Anak

Anak bukanlah benda mati yang dapat kita perlakukan menurut hukum ilmu pasti atau dengan rumus if… then… else…, tapi mendidik anak itu ada seninya, seperti bermain layang-layang. Berikut ini adalah beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang sering saya temukan.

Tidak Kritis Menerapkan Tips dari Internet

Kesalahan utama dari para orang tua (termasuk saya) adalah menerapkan begitu saja apa yang dibacanya dari group WA atau dari internet, tanpa melihat konteks, sikon keluarga, dan pribadi anak itu sendiri. Bahkan kalaupun yang memberi nasehat adalah seorang pakar parenting sekalipun, kita harus hati-hati menerapkan dan terus melihat kondisi serta perkembangan anak-anak kita. Karena tidak semua tips bisa diterapkan dalam segala kondisi.

Terlalu Percaya pada Psikologi

Kesalahan berikutnya dari kami para orang tua adalah terlalu mempercayai psikologi sebagai sumber cara mendidik anak yang benar. Psikologi itu ilmu yang masih terus berkembang, sehingga apa yang ditemukan saat ini bisa jadi berubah di masa yang akan datang. Persis sama seperti kolesterol yang puluhan tahun dianggap membahayakan, ternyata pengetahuan tersebut keliru, dan hilanglah kolesterol dari daftar makanan yang harus dihindari saat ini.

Selain itu salah satu asumi dasar ilmu psikologi memandang manusia sebagai “mamalia pintar” yang berasal dari evolusi panjang hewan-hewan sampai akhirnya menjadi manusia. Asumsi keliru ini menuntun manusia pada kesalahan-kesalahan dalam prinsip psikologi. Manusia bukanlah berasal dari evolusi binatang (apalagi kera). Saat ini ilmuwan yang menyetujui akan kebenaran teori evolusi tidak lebih banyak daripada yang tidak menyetujuinya, karena saat ilmu pengetahuan berkembang, semakin banyak yang menyadari bahwa dibutuhkan iman yang lebih besar untuk menjadi seorang atheis.

menghukum anak

Pandangan Tentang Memukul Anak

Bukan berarti kita harus menolak psikologi, tapi perlu bijaksana menyingkapinya. Misalnya adanya pandangan bahwa orang tua sama sekali tidak boleh memukul anak. Alasannya adalah membuat anak agresif, bertumbuh dengan menyimpan kepahitan dsb. Kesalahannya adalah dengan terlalu membebaskan anak tanpa punishment yang memadai, anak bisa menjadi tidak dapat dikendalikan. Dan saat kita sebagai orang tua tidak memegang kendali, malah menjadi jongos bagi anak-anak kita, cita-cita kita untuk membesarkan anak yang berbudi luhur sirna sudah.

Pukulan fisik adalah seperti apa yang terjadi di alam, misalnya kita akan sakit jika kita terlalu dekat dengan api. Tuhan memberikan rasa sakit secara fisik untuk mencegah kita melakukan hal-hal yang membahayakan jiwa kita. Kalau alam saja memberikan aturan seperti itu, mengapa manusia tidak boleh melakukan hal tersebut?

Kita bisa kok memukul anak tanpa membuat anak menjadi agresif dan tidak sehat secara psikologis. Tentu ada usia-usianya yang mana anak boleh dipukul. Lokasi pukulannya pun sangat spesifik, tidak di sembarang tempat dan yang terpenting bagi yang menerapkan pukulan adalah tetap menunjukkan kasih sayang pada sang anak, jadi bukan meluapkan amarah melalui pukulan.

menemukan passion dan bakat anak

Jack of all Trades?

Kesalahan lain adalah terlalu cepat mengarahkan anak ke suatu spesialisasi. Kita terlalu takut anak-anak kita menjadi “Jack of all trades but master of none“. Padahal, tidak ada yang bisa tahu passion dan talenta anak-anak kita kalau mereka tidak pernah mencoba berbagai macam kegiatan. Jadi seharusnya kita berikan kesempatan seluas-luasnya pada anak-anak, sampai ia mendapatkan Zing (meminjam istilah dari Hotel Transylvania) dengan suatu bidang tertentu.

Tapi sekali lagi, apa yang saya tuliskan di sini juga perlu diterima dengan hati-hati, sesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi anak Anda dan keluarga Anda. Kalau Anda sudah berhasil mendidik anak dengan baik tanpa pukulan, lanjutkanlah, tidak perlu berubah, tapi berlaku juga sebaliknya.

Bagaimana pendapat Anda?