
Beberapa kemungkinan yang menyebabkan kita salah memilih pasangan:
- Kriterianya salah
- Alat ukurnya salah atau
- Kena jebakan Batman
Baca juga: 7 Langkah Memulai Kembali Komunikasi dengan Pasangan
Kriteria yang salah
Salah seorang bibi saya berkelakar, dulu kriteria pria idamannya sebelum menikah adalah: tidak berkacamata. Dan saat ini ia sudah menikah lebih dari 40 tahun dengan seseorang yang berkacamata sejak di bangku SD.
Apa kriteria Anda dalam mencari pasangan? Tampang? Kaya? Berkepribadian? Ilmu agama yang tinggi? Saya sudah pernah menyampaikan ABCDEF sebagai bantuan Anda menentukan kriteria tertentu dalam mencari pasangan idaman. ABCDEF selengkapnya dapat dibaca di artikel ini: ABCDEF Cinta, Panduan untuk Memilih Pasangan yang Tepat.
Appearance
Background
Character
Devotion
Education
Finance
Tapi ini baru daftar kriterianya, Anda sendiri yang menentukan batasan-batasan dalam kriteria ini yang masuk hitungan alias “lolos seleksi”.
Namun namanya juga manusia, seringkali kita tidak memilih berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, dan lebih banyak memilih karena faktor emosional “sudah dekat” atau “terlanjur sayang”. Karena toh kita tidak sedang memilih bakso di panci tukang bakso yang masih penuh dengan bakso panas yang harum. Kita seringkali tidak punya kemewahan itu untuk memilih dari sekian banyak pria/wanita yang semuanya available dan mau (akan) jatuh cinta dengan kita. Kita seperti memilih rumah, yang pada suatu saat hanya tersedia beberapa rumah saja yang available dan sesuai dengan kantong kita. Kita tidak selalu bisa memilih lokasi rumah yang kita inginkan, hanya bisa memutuskan OK atau tidak dengan pilihan yang tersedia.
Alat Ukur yang Salah
Tubuh saya semakin hari semakin gempal, namun entah mengapa timbangan di rumah tetap selalu menunjukkan angka 68 kg saja. Saya terus makan karena merasa berat badan saya tidak bertambah. Sampai suatu hari saya mencoba menggunakan celana formal yang sudah lama tidak digunakan. Ups ternyata sudah tidak muat lagi. Saya yakin sekarang bahwa timbangan saya rusak. Iseng-iseng saya coba timbangan di rumah sakit atau di rumah teman saat berkunjung ke sana. Semua menunjukkan angka 74 kg. Jelaslah sudah timbangan di rumah, alat yang saya gunakan untuk mengukur badan saya sudah tidak akurat lagi.
Kita sudah punya banyak kriteria dalam memilih pasangan, tapi apakah alat ukurnya akurat? Misalnya saya sering mendengar klien-klien saya mengatakan bahwa ia memilih pasangan yang memiliki iman yang baik. Alat ukurnya adalah sholat 5 waktu yang tidak pernah absen. Hari jumat ke Mesjid dan puasa tidak pernah bolong. Dan ia juga akhirnya menemukan bahwa berat badannya juga 74 kg …. ups, maksud saya ia menemukan bahwa alat ukurnya juga sama seperti timbangan saya, tidak akurat.
Anda tidak dapat mengukur keimanan seseorang berdasarkan kerajinan seseorang melakukan ritual. Orang terlihat dari buahnya, dan buah rohani itu tidak bisa dilihat secara instant. Anda harus memiliki hubungan yang akrab dengannya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk bisa melihatnya. Kerohanian seseorang akan terlihat juga dari pemikiran-pemikirannya, dari keputusan-keputusannya, terutama dari integritasnya, bukan dari sebanyak apa ritual yang dijalankannya.
Kena Jebakan Batman
Ini yang paling ngeri, kita sudah menggunakan alat ukur yang benar, dengan kriteria yang masuk akal, tetapi sialnya, pasangan kita ternyata memang ahli memasang jebakan Batman. Predator-predator seks dan predator-predator cinta (kalau tidak sampai hubungan intim) itu ternyata memiliki karisma yang unik dan keahlian dalam memikat wanita. Ia bisa tahu apa yang diidam-idamkan oleh wanita incarannya dan bertindak seolah-olah Anda tanpa sengaja menemukan belahan jiwa yang selama ini Anda cari.
Salah satu ciri yang sangat unik dalam mengidentifikasi pria-pria seperti ini adalah kebohongan. Ia suka berbohong, bukan hanya kepada Anda, tetapi juga kepada banyak orang lain. Ciri lainnya adalah egois dan kalau cukup lama bersama dengannya Anda menemukan bahwa ia begitu mengecewakan Anda karena sikap egoisnya, tapi Anda merasa diri Anda yang salah dan Anda masih mencintainya. Benar, itu adalah ciri toxic people yang seringkali play victim seakan-akan ia yang menjadi korban.
Orang-orang yang punya kepribadian NPD (Narcissistic Personality Disorder) dan ganguan antisosial (psikopat/sosiopat) seperti itu adalah orang-orang yang Anda paling tidak inginkan menjadi pasangan Anda.
Penyebab Salah Pilih Pasangan Lainnya
Tetapi bagaimana kalau Anda sudah punya kriteria yang baik dengan alat ukur yang akurat, yang Anda patuhi dalam memilih pasangan, dan juga pasangan Anda bukanlah NPD/antisosial, tetapi masih juga merasa salah pilih pasangan?
Maka penyebab keempat Anda merasa salah memilih pasangan adalah: Anda yang bermasalah.
Tanpa Anda sadari, Andalah yang narsistik, egois dan selalu melihat pasangan Anda yang salah, bukan diri Anda sendiri. Dalam individu yang sehat, tidak ada seorang pun yang 100% menyalahkan pasangannya atas apa yang terjadi, atau atas konflik yang tercetus. Konflik itu selalu punya 2 sisi subjektif yang sama-sama benar, dan kita umumnya ingin sama-sama berubah supaya pernikahan kita bisa berjalan. Tapi kalau hal itu tidak ada dalam diri Anda, di mana kita selalu merasa menjadi korban, dan semua hal yang terjadi adalah kesalahan pasangan kita semata, mungkin Anda membutuhkan bantuan profesional yang netral untuk membantu Anda menilai apakah memang benar demikian.
5. Diri Anda Berubah
Alasan lainnya mengapa Anda merasa salah memilih pasangan adalah, jangan-jangan diri kitalah yang sudah berubah. Hal-hal yang biasanya kita pertahankan, kita junjung tinggi menjadi tidak lagi. Kebaikan-kebaikan yang kita miliki dahulu, sekarang sudah tidak lagi dilakukan. Pasangan kita tidak mendapatkan kebutuhan emosional yang dibutuhkannya sebagai suami/istri. Dan mungkin kita mulai mengabaikan dirinya.
Perubahan itu sendiri memang tidak terhindarkan, namun kita harus selalu berubah ke arah yang benar, ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Kalau karakter-karakter kita semakin lama semakin buruk, kalau tingkah laku kita semakin jauh dari apa yang baik, yang sedap didengar dan apa yang kita anggap patut dipuji, kitalah yang harus memperbaiki diri untuk memperbaiki pernikahan kita. Karena bercerai dan menikah dengan siapa pun juga masalahnya akan tetap sama sejauh kita tidak mau berubah.
Kita cenderung mudah melihat kesalahan dan kejelekan pasangan kita dan kurang melihat kebaikannya. Sebaliknya kita cenderung mudah melihat kebaikan dan keunggulan kita, tapi kurang mampu melihat keburukan kita. Maka saat kita menemukan keburukan pasangan, cobalah untuk mengakui bahwa kita pun memiliki terkadang kelemahan tersebut walau dalam bentuk yang jauh lebih ringan. Demikian juga saat kita menemukan keunggulan diri kita, cobalah untuk mengakui bahwa pasangan kita pun mungkin memiliki keunggulan tersebut, setidaknya dalam jumlah kecil.
Menikah adalah sekolah karakter di mana kita diasah oleh pasangan kita agar kita menjadi semakin baik setiap harinya.

Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.