Dear Coach Deny,
Saya seorang istri yang telah mempunyai 2 orang anak. Suami saya kedapatan berselingkuh. Ia mengakui dia mencintai wanita itu, begitu pula si wanita. Sudah dua tahun masalah ini berlanjut karena sampai saat ini saya masih berusaha mempertahankan pernikahan kami. Selama dua tahun suami tidak melakukan sentuhan apapun kepada saya. Sikapnya tetap perhatian karena saya ada penyakit GERD.
Si wanita pun saya kenal dan dia pun di mata saya orang yang cukup baik. Saya tidak bisa menyangkal bahwa saya membenci dia. Sebab karena dia pernikahan saya hancur dan keadaan kesehatan saya semakin memburuk. Suami selalu tidak jujur. Saya tahu mereka masih berkomunikasi. Setiap mendengar nama wanita itu, saya mulai ada perasaan gelisah, marah, dan benci.
Si wanita itu berulangkali mengatakan dia tidak ingin pernikahan kami selesai, tapi tidak juga berhenti dengan hubungannya karena katanya masih memiliki rasa cinta, begitu pula suami saya. Yang wanita itu selalu katakan, dia meminta saya menerima bahwa suami saya tidak mencintai saya, dan suami saya mencintai dia. Tapi dia meminta saya (face to face) untuk mempertahankan pernikahan ini. Andaikata cerai, dia meminta saya harus berpisah dalam keadaan baik, saya dan suami tidak ada dendam, berpisah tapi harus berbahagia. Bila tidak, dia meminta saya jangan berpisah. Dia akan menunggu (hubungan mereka akan digantung terus) sampai saya bisa menemukan kebahagiaan saya.
Saya tidak bisa menerima keadaan ini, saya menginginkan suami saya seperti dulu. Apa yang harus saya lakukan? Saya tahu saya tidak dicintai. Saya hanya mau suami saya seperti dulu, saat belum mencintai wanita itu. Saya mau mereka tidak berkomunikasi sama sekali tapi pastinya tidak bisa karena masih ada keinginan dari mereka. Apa yang harus saya lakukan untuk jalan keluar masalah ini? Terimakasih
VA (bukan nama sebenarnya)
Baca juga: Menghindari Kebohongan Besar ala Ratna Sarumpaet dalam Pernikahan
JAWAB:
Dear Ibu VA,
Sungguh derita yang ibu rasakan sangat pedih karena menemukan suami yang berselingkuh dan bukannya bertobat malahan ia dan kekasih gelapnya dengan halus meminta ibu mencari kebahagiaan di luar suami sah ibu.
Suatu hari saya dan keluarga jalan-jalan di pesta rakyat menjelang Natal dan Tahun Baru. Kami melihat ada sebuah stand yang menyajikan sate cumi. Cumi-cumi dipotong-potong, ditusukkan ke sate dan dibaluri dengan beraneka ragam bumbu yang harum dan terlihat sangat lezat. Kami pun membeli 1 tusuk (besar) dan bapak penjual segera membakar sate tersebut di depat kami. Setelah selesai, kami pikir kami akan dapat menikmati sate cumi yang lezat, karena kelihatannya demikian. Tapi setelah kami coba makan, ternyata cumi-cumi yang digunakan sudah dalam keadaan basi, tidak bisa lagi dimakan. Hanya baluran bumbu yang membuatnya enak, tapi isinya sudah rusak dan beracun bagi pencernaan kami.
Kondisi ibu VA saya umpamakan seperti ditawarkan cumi-cumi tersebut. Dengan “itikad baik” supaya sama-sama bahagia, sang suami dan kekasih gelap (yang pada dasarnya adalah orang baik) menawarkan bumbu-bumbu supaya ibu VA bisa bahagia, namun mereka melupakan bahwa apa yang telah dilakukan pada dasarnya adalah dosa (tidak perlu orang yang taat beragama untuk bisa mengatakan hal tersebut), dan menawarkan solusi apa pun yang mempertahankan dosa itu adalah kekejian dan racun bagi ibu VA, sebagai istri sahnya.
Memang benar bahwa dalam postingan saya sebelumnya (baca juga: Bagaimana Membantu Suami untuk Melupakan Selingkuhannya?) , saya mengungkapkan betapa perselingkuhan pada umumnya bukan disebabkan oleh suami yang nakal, tetapi lebih sering disebabkan oleh adanya kebutuhan emosional dari suami yang tidak terpenuhi oleh istrinya. Namun hal ini sama sekali bukanlah pembenaran diri untuk menjalin hubungan dengan wanita lain.
Tidak perlu sampai melakukan hubungan intim untuk dapat dikatakan bahwa seseorang telah berselingkuh. Karena perselingkuhan juga terjadi secara emosi. Di mana hati sang suami sudah diberikan pada wanita lain yang bukan istrinya, di sana sudah terjadi perselingkuhan emosi.
Dalam setiap perselingkuhan, tidak ada jalan lain yang benar (walau menyakitkan) selain pihak yang melakukan perselingkuhan harus memutuskan hubungan dengan kekasih gelapnya. Hal ini perlu dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan secara menyeluruh, yaitu total memutuskan kontak dengannya, termasuk menghapus namanya dari kontak HP/WA. Hal ini memang seringkali menjadi dilema bagi perselingkuhan yang terjadi di kantor, atau di komunitas tempat kita berada (seperti gereja dll), tetapi pemutusan kontak itu adalah hal yang paling penting yang perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan hubungan pasutri ke depannya.
Bilamana sang suami atau pihak yang melakukan perselingkuhan menolak untuk memutuskan hubungan dengan kekasihnya, maka sang istri perlu mengungkap kasus ini (namun secara bijaksana, bukan dengan emosi) kepada keluarga. Tujuannya bukan untuk mempermalukan atau untuk menghukum, tapi tujuannya adalah untuk menyelamatkan pernikahan yang krisis tersebut. Dalam banyak kasus, mengungkapkan kasus ini pada yang berwenang (atasan atau kalau dalam komunitas gereja kepada pendeta gembalanya) adalah shock terapi bagi pihak yang selingkuh sehingga menyadari kesalahan yang telah dibuatnya.
Setelah tidak memiliki saingan cinta, maka pernikahan dapat dipulihkan dengan saling memberikan kebutuhan emosional masing-masing pihak, yang tidak terpenuhi sebelumnya, mulai dari yang paling dibutuhkan. Jikalau kebutuhan itu adalah seks, maka istri perlu menyediakan dan mempersiapkan diri untuk melakukan hubungan intim yang menyenangkan bagi keduanya. Jika kebutuhan itu adalah penghargaan, maka sang istri perlu membangun kebiasaan untuk menghargai apa pun yang dilakukan suaminya. Tak lupa istri pun punya kebutuhan emosional yang perlu dipenuhi seperti kasih sayang (afeksi), rasa aman finansial atau kepemimpinan dalam keluarga.
Bila dibutuhkan, ibu VA dapat meminta bantuan profesional:
- Konselor atau psikolog untuk penanganan pasca kejadian traumatik (PTSD) dan depresi
- Marriage coach seperti kami untuk membantu memulihkan hubungan antara suami dan istri. Dalam hal ini akan dibantu menemukan kebutuhan emosional mana yang paling dibutuhkan namun tidak terpenuhi, dan melatih pasutri untuk menjalin relasi persahabatan yang intim dengan pasangannya.
Semoga tulisan ini dapat membantu ibu VA.
NB: saya rasa saya perlu menambahkan hal yang penting bahwa cinta itu bukan sekedar perasaan, tetapi juga komitmen. Setiap pasangan “baik-baik” yang terjerumus ke dalam perselingkuhan dapat mengalami kembali siklus perasaan cinta yang sama kepada wanita ketiga, keempat, dan seterusnya selama ia belum menyadari bahwa tidak ada cinta yang abadi tanpa kehadiran komitmen. Bahkan riset mengatakan bahwa perasaan cinta yang menggebu-gebu itu akan sirna sendiri setelah 2 – 4 tahun, dan sebagian besar perselingkuhan mati dengan sendirinya ketika menyadari bahwa saat keduanya mencoba beradaptasi dalam segala hal (termasuk dalam semua kewajiban sebagai suami-istri, ayah-ibu), kekasih gelapnya pun mempunyai begitu banyak ketidaksempurnaan bahkan tidak jarang lebih parah daripada istri/suami sahnya.
Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.