
Banyak orang memasukkan “agamis” atau “memiliki kerohanian yang baik” sebagai salah satu checklist waktu mencari pasangan. Namun setelah menikah, ternyata … zonk!!! Orang yang dinilai rohaniah dan punya ibadah yang bagus, ternyata selingkuh juga. Dan ini berlaku mau di Islam, Katolik, Kristen, agama mana pun sama saja. Pasangannya shock dan merasa tertipu, ia merasa telah salah memilih pasangan. Sebagian mulai bertanya-tanya kalau orang yang religius saja gagal mempertahankan kesucian pernikahan, apakah masih ada pria lurus yang setia pada istrinya?
Baca juga: Membangun Kembali Kepercayaan Setelah Diselingkuhi
Riset Mengenai Hubungan Kerohanian dengan Perselingkuhan
Pertanyaan tentang adakah hubungan kerohanian dan perselingkuhan memang telah menjadi diskusi di kalangan para ahli sejak lama. Hal ini membuat para ilmuwan psikologi maupun rohaniawan melakukan riset-riset ilmiah mengenai hubungan antara keduanya. Dari banyak riset-riset mengenai kerohanian (spirituality atau religiosity) dan perselingkuhan (infidelity) tersebut, Maddock dari Brigham Young University, Utah, Amerika Serikat pada tahun 2022 yang mencoba menyimpulkan hasil dari berbagai riset yang sudah dilakukan oleh banyak ilmuwan psikologi. Hasilnya dipublikasikan dalam disertasinya yang berjudul: “Is There a Relationship Between Religiosity and Infidelity? A MetaAnalysis“.
Ia menemukan bahwa walaupun ada riset-riset yang menunjukkan tidak adanya kaitan antara seseorang yang rohani dengan perselingkuhan, namun dapat disimpulkan secara signifikan bahwa semakin rohani seseorang, semakin sedikit kemungkinan perselingkuhan yang terjadi. Riset dari tanah air sendiri, Santosa (2017) yang meneliti kerohanian para pemeluk Kristiani juga menemukan bahwa kedewasaan rohani berbanding terbalik dengan niat untuk berselingkuh.
Dua riset itu merupakan contoh dari banyak riset yang menunjukkan hal yang serupa bahwa orang yang rohani seharusnya lebih tahan terhadap godaan berselingkuh. Namun kalau kenyataannya banyak orang yang rohani (bahkan banyak rohaniawan) yang selingkuh, apa yang terjadi?
Bedakan Dua Jenis Orang Rohani
Gordon Allport (1967) mencoba mendefinisikan dengan lebih tajam konsep mengenai religiusitas/kerohanian. Ia mengatakan bahwa kerohanian itu dapat berupa kerohanian yang ekstrinsik dan ada pula yang intrinsik, tergantung dari motifnya. Kerohanian yang ekstrinsik memiliki motif yang berasal dari luar dirinya. Ia beribadah dan menjalankan perintah agamanya karena berharap akan mendapatkan keuntungan darinya. Jenis ini merupakan kerohanian yang mengabdi kepada dirinya sendiri, yang menggunakan agama untuk tujuan-tujuan pribadi seperti pengakuan sosial, status, pembenaran diri dan cenderung menyeleksi ajaran-ajaran hanya yang cocok untuk tujuannya saja. Pada tahun 90-an, saya bertemu dengan seorang teman keturunan tionghoa yang beragama muslim. Dia mengatakan bahwa dirinya memilih agama muslim hanya agar ia mudah masuk ke universitas negri dan mendapatkan berbagai kemudahan lainnya. Ini salah satu contoh dari kerohanian yang ekstrinsik.
Sebaliknya kerohanian yang intrinsik adalah kerohanian yang menghayati imannya dan seluruh ajaran-ajaran agamanya, bukan hanya yang disukai saja. Kerohanian seperti ini tidak sekedar berdoa atau datang ke gereja atau sekedar puasa dan sholat saja tapi orang yang sungguh-sungguh menghidupi imannya. Ia mencoba menjalankan pemahamannya akan agamanya dalam kehidupannya sehari-hari.
Worthington dalam usahanya mendefinisikan kerohanian juga menemukan hal yang serupa dengan Allport. Ia menggunakan istilah “komitmen religius” sebagai kerohanian yang sejati, yaitu orang yang menaati nilai-nilai, keyakinan dan praktik agamanya, serta melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Worthington lebih lanjut melihat bahwa orang-orang yang rohani bukan hanya terlihat dari bagaimana ia menjalankan ibadahnya saja, tetapi bagaimana mereka serius mempelajari agamanya, yang mempengaruhi keputusan-keputusan hidupnya dan bagaimana mereka meluangkan waktu untuk belajar dan berkumpul serta berkontribusi dalam pertemuan-pertemuan komunitas agamanya. Ini berarti seseorang yang rohani tidak pernah menyimpan kerohaniannya di bawah ranjang. Ia pasti akan menunjukkannya melalui kehadirannya dalam ibadah dan pelayanan di komunitas.
Jadi untuk mengetahui apakah seseorang itu memiliki kerohanian yang serius yang berasal dari dalam dirinya (bukan karena tujuan yang egois – ekstrinsik), berikut ini beberapa poin yang dapat diperhatikan:
- Apakah ia suka membaca buku, artikel atau menonton youtube tentang imannya?
- Apakah ia suka menyumbang untuk organisasi religius yang diimaninya?
- Apakah ia meluangkan waktu untuk bertumbuh secara iman, dan memahami ajaran agamanya?
- Apakah ia merasa imannya merupakan jawaban atas makna hidupnya?
- Apakah ia menjalani kehidupannya berlandaskan kepada iman yang dianutnya?
- Apakah ia menikmati meluangkan waktu untuk bersekutu (atau beribadah) bersama saudara-saudara seimannya?
- Apakah imannya mempengaruhi seluruh keputusan hidupnya?
- Apakah ia merasa penting untuk meluangkan waktu dalam pemikiran dan perenungan iman secara pribadi secara berkala?
- Apakah ia menikmati melayani dalam komunitas agamanya?
- Apakah ia terus mengikuti perkembangan komunitas agama yang diikutinya dan memiliki pengaruh dalam keputusan-keputusan komunitas tersebut?
(diambil dari RCI-10, Religious Commitment Inventory dari Worthington, 2003)
Dalam checklist di atas, semakin banyak jawaban “Ya” semakin kuat juga kemampuannya menahan godaan selingkuh.
There is No Bulletproof Marriage
Hal yang penting untuk dimengerti adalah, riset di atas sama sekali tidak berarti orang yang religius = 100% dijamin tidak selingkuh. Riset di atas hanya menunjukkan bahwa semakin rohani seseorang (intrinsik) semakin kecil kemungkinannya untuk berselingkuh. Namun tidak ada yang menjamin bahwa seseorang pasti tidak akan selingkuh. Tidak ada yang namanya pernikahan yang “bulletproof“. Siapapun orangnya bisa jatuh dalam perselingkuhan.
Maka penting bagi kita untuk bukan hanya menuntut pasangan yang memiliki kerohanian yang sungguh-sungguh, tetapi kita juga demikian. Dan kerohanian yang sungguh-sungguh itu akan terlihat juga dari seberapa bergantung diri kita kepada Tuhan. Karena hanya Tuhanlah yang sebenarnya dapat diandalkan agar kita tidak salah memilih pasangan, dan membimbing kita untuk memiliki pernikahan yang sehat, dan menolong kita jikalau kita harus melewati badai perselingkuhan.

Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.