Bagaimana Membangun Komitmen dalam Suatu Hubungan?

komitmen pernikahan

Dari ketiga unsur cinta (gairah, keintiman dan komitmen), komitmen adalah satu-satunya unsur kognitif dari ketiganya. Komitmen adalah keputusan untuk mencintai seseorang dan mempertahankan cinta tersebut. Artinya komitmen bukan soal bisa atau tidak bisa, ada atau tidak ada (beda dengan gairah dan keintiman), tetapi soal mau atau tidak mau.

Baca juga: 5 Mitos Pernikahan yang Penting untuk Anda Ketahui

Komitmen dalam sebuah hubungan antara pria dan wanita adalah suatu proses. Dan ini tidak boleh terlalu cepat, karena komitmen yang diberikan haruslah sesuai dengan sejauh mana kita mengenal dekat sang kekasih.

Kadang-kadang ada mahasiswa yang baru jadian, lalu saat wisuda meminta pacarnya untuk ikut serta dalam foto keluarga. Hal ini sebenarnya menunjukkan komitmen yang dibangun terlalu cepat. Karena mereka baru jadian, fondasi cinta mereka masih rapuh. Bagaimana kalau tahun depan mereka sudah putus, bukankah foto keluarga saat wisuda itu jadi tidak dapat dinikmati lagi selain dibuang?

Demikian juga mereka yang sebenarnya belum terlalu yakin dengan pasangannya, tetapi terlanjur membuka akun bank bersama dan berbisnis bersama dengan pasangannya. Komitmen yang terlalu cepat seperti ini menimbulkan masalah di kemudian hari, saat keduanya sudah tidak bisa melanjutkan pacaran, tetapi terlanjur sudah menggabungkan kekayaan mereka.

Sebaliknya, komitmen yang tidak berjalan sesuai tingkat kedekatan menunjukkan ketidaksiapan seseorang untuk membangun keluarga (misalnya: mencari perhatian wanita lain padahal sudah jadian). Mungkin keduanya perlu berpikir ulang apakah pacaran adalah sesuatu yang tepat untuk mereka, ataukah cukup berteman saja?

komitmen cinta

Komitmen dalam pernikahan sangat erat hubungannya dengan prinsip-prinsip dan nilai yang dianut seseorang.

Orang yang berpikir bahwa hanya ada 1 orang di dunia ini yang adalah the one, alias yang paling cocok untuk menjadi pasangan hidupnya adalah orang yang rentan untuk kehilangan komitmennya pada pasangannya, khususnya jika ia mulai merasa bahwa pasangannya yang sudah dipilihnya ternyata tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan. Padahal relasi antara suami dan istri memang pasti akan menjadi dingin jika kita tidak melakukan apa pun untuk mempertahankan cinta kita. Untuk hal ini saya sudah pernah menuliskan argumen saya kenapa tidak ada yang namanya the one itu di sini: Bagaimana Kita Tahu Seseorang itu Pasangan Hidup yang Tepat (The One) bagi Kita?

Ada juga orang-orang yang mementingkan kebahagiaan diri daripada standar moralitas dan etika agama. Mereka berkomitmen selama pasangannya bisa memberikan kebahagiaan pada mereka. Dan saat kebahagiaan itu pudar, atau malah merasakan penderitaan, mereka memutuskan untuk tidak memberikan komitmen pada pasangannya.

Masalahnya di masa kini, kenyamanan dan kenikmatan yang dialami manusia lebih tinggi daripada generasi-generasi sebelumnya. Akibatnya manusia jadi lebih tidak tahan menderita. Komitmen pernikahan menjadi lebih rapuh daripada sebelumnya.

Di sisi lain, ada juga orang-orang yang memiliki komitmen “baja”, yaitu orang yang memegang komitmen sebagai suatu dedikasi, suatu pengabdian sukarela tanpa pamrih yang mengutamakan kepentingan pasangan dan menempatkan pernikahan mereka sebagai prioritas.

Orang yang mencintai hingga ke tahap ini merupakan orang-orang istimewa yang layak untuk dijaga dan dipertahankan. Dan tatkala keduanya, suami dan istri mampu memiliki cinta mendalam seperti ini, pernikahan mereka akan menjadi setetes nikmat surya yang Tuhan ijinkan untuk mereka nikmati.

Bagaimana pendapat Anda?