Untuk menjawab pertanyaan ini, maka saya ingin menjelaskan terlebih dahulu tentang apa sih yang telah diketahui sains tentang suatu pernikahan yang sehat.
Pertama, riset dari John Gottman terhadap lebih dari 3000 pasangan selama 20 tahun menemukan bahwa fondasi utama dari pernikahan yang sehat adalah persahabatan. Persahabatan yang dimaksud terlihat dari saling mengenal antara suami dan istri dan adanya saling update satu sama lain.
Baca juga: ABCDEF Cinta, Panduan untuk Memilih Pasangan yang Tepat
Kedua, Robert Sternberg memformulasikan bahwa cinta terdiri dari tiga dimensi yaitu passion, intimacy dan komitmen. Teori ini sudah dikemukakan sejak tahun 1988 namun hingga kini masih banyak orang yang berpikir bahwa cinta itu hanyalah passion (gairah) semata-mata. Cinta hanya dipandang sebagai suatu perasaan senang, berbunga-bunga yang intens akan seseorang (atau beberapa orang). Padahal perasaan senang itu atau lebih tepatnya disebut dengan perasaan jatuh cinta itu akan hilang dalam 2–4 tahun berdasarkan riset hormon “cinta”.
Hormon cinta akan kembali ke kadar normalnya setelah 2–4 tahun sekalipun pasangan itu tetap bersama atau bahkan menikah. Tidak aneh kalau kita sering mendengar kata-kata orang, “aku sudah tidak ada rasa lagi sama dia”, sebenarnya seringkali ini disebabkan karena tidak ada perasaan yang intens lagi yang sebenarnya disebabkan oleh hormon cinta. Ini belum tentu berarti ia sudah tidak cinta lagi, hanya saja ia kehilangan passion kepada pasangannya. Nah kalau passion hilang, masih ada dua unsur cinta yang lain yaitu keintiman (friendship) dan komitmen. Dan suatu hubungan yang sehat adalah jika pasangan itu bisa berpindah dari romantic love (yang banyak didorong oleh passion) ke realistic love (yang banyak didorong oleh persahabatan)
Keintiman adalah satu-satunya unsur cinta yang tidak dapat diboost secara instant dengan cara apa pun, karena ia berasal dari hubungan persahabatan antara kedua individu tersebut. Keintiman membutuhkan waktu untuk bisa mewujudkan dirinya.
Berdasarkan riset Jeffrey Hall dari University of Kansas, dibutuhkan waktu setidaknya 200 jam untuk seseorang bisa menjadi sahabat bagi yang lain. Karena itu setidaknya dibutuhkan waktu yang sama supaya cinta itu benar-benar berkembang dengan baik dan hubungan itu menjadi sehat serta bertahan lama.
Jadi kesimpulannya suami dan istri perlu untuk saling mengenal satu sama lain dan membina hubungan persahabatan yang akrab dan intim agar relasi mereka sehat, dan ini membutuhkan waktu.
Masalahnya adalah saat pasutri sudah menikah, seringkali pasutri sudah masuk ke fase berikutnya dalam hidup mereka, di mana mereka akan berkonsentrasi pada karir/usaha dan membesarkan anak. 67% pasangan mengalami penurunan relasi dengan pasangan mereka ketika anak sulung mereka lahir. Pasutri membutuhkan waktu sebelum pernikahan terjadi untuk bisa saling mengenal satu sama lain dan memiliki tabungan cinta yang cukup berlimpah sebagai bekal menghadapi berbagai masalah dalam pernikahan mereka kelak. Masa sebelum menikah inilah yang kita sebut dengan pacaran.
Tabungan cinta sendiri adalah terminologi dari John Gottman yang menjelaskan bahwa cinta itu seperti tabungan di bank yang dapat bertambah dan berkurang berdasarkan apakah interaksi antara kedua sejoli itu positif atau negatif. Semua interaksi positif antar keduanya akan menambah saldo tabungan cinta, sedangkan interaksi negatif akan menguranginya. Pada saat seseorang mengatakan “aku tidak ada perasaan lagi sama dia”, bukan hanya gairahnya yang sudah hilang, tapi saldo tabungan cintanya juga sudah 0.
Inilah alasan lain mengapa dibutuhkan suatu masa sebelum pernikahan di mana calon suami dan istri bukan hanya saling mengenal, tetapi juga menabung cinta sebanyak-banyaknya untuk bekal mereka kelak, supaya tabungan cinta mereka bisa tetap positif sekalipun mereka mulai saling melukai satu sama lain.
Sekarang yang perlu kita mengerti dengan jelas adalah pacaran seperti apa yang bisa membantu kita mencapai objektif di atas.
Pacaran yang Sehat
Saya mendefinisikan pacaran sebagai: suatu masa sebelum pernikahan di mana seorang pria dan seorang wanita menjalin hubungan romantis secara ekslusif dengan tujuan untuk saling mengenal, untuk mempersiapkan diri secara mental, dan untuk penyesuaian karakter satu sama lain dalam usaha mewujudkan pernikahan yang sehat dan harmonis di masa mendatang.
Dengan definisi ini, jelas sekali bahwa pacaran yang sehat adalah pacaran yang tujuannya untuk menikah, bukan untuk senang-senang, dan bukan sekedar pengisi kesepian di malam minggu.
Untuk mencapai tujuan utama pacaran sebagai ajang saling mengenal, maka salah satu hal yang paling penting untuk dilakukan semasa pacaran adalah: membatasi sentuhan fisik.
Mengapa? Karena gairah cinta kita secara natural akan mendorong kita untuk mengeksplorasi seksualitas kita dan pasangan kita. Hal ini memang akan membuat kita lebih mengenal pasangan kita secara fisik, tetapi sebagai akibatnya akan mengaburkan pengenalan kita akan pasangan kita secara emosi dan karakter. Dan akhirnya bukan hanya kita kurang mengenal pasangan kita, malahan tidak jarang akhirnya terpaksa menikah sebelum siap karena terlanjur pacaran kelewat batas alias MBA. Selain itu bukankah semua agama mengajarkan kita untuk menjaga kehormatan pasangan kita? Ini artinya menjaga diri dari hubungan intim yang belum waktunya, bahkan sekalipun pasangan kita menginginkannya.
Maka saran yang dapat saya berikan kepada generasi muda yang sedang menggumulkan calon pasangan hidupnya:
- Bagi Anda yang TIDAK terikat dengan sistem perjodohan dan TIDAK memegang kepercayaan yang melarang pacaran: Ambil waktu untuk pacaran dengan calon suami/istri Anda, idealnya selama 2–3 tahun. Jangan terlalu lama juga supaya hubungannya tidak stagnan atau kebablasan. Selama berpacaran berjuanglah untuk menjaga kehormatan pasangan Anda dengan cara membatasi sentuhan fisik dan menghindari berada di tempat privat hanya berdua saja (misalnya di tempat kos).
- Bagi Anda yang terikat dengan sistem perjodohan atau memegang kepercayaan yang melarang pacaran: luangkan sebanyak-banyaknya waktu untuk saling mengenal setelah menikah, tundalah untuk memiliki momongan (untuk menambahkan saldo tabungan cinta Anda terlebih dulu), dan bekerjasamalah dalam saling beradaptasi untuk bisa sama-sama menikmati kebahagiaan dalam pernikahan.
Note: Penulis juga telah mempost artikel ini di Quora: https://id.quora.com/Apakah-pacaran-itu-dibutuhkan/answer/Deny-Hen
Marriage counselor, life coach, founder Pembelajar Hidup, penulis buku, narasumber berbagai media online, cetak dan TV.